BANDA ACEH, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Aceh mencatat, kekerasan dalam penegakan syariat Islam tergolong kasus tertinggi tahun 2011, yakni 46 kasus. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan kekerasan bersenjata api, yaitu 44 kasus. Pada 2010, tercatat 55 kasus.
Memandikan warga yang diduga melakukan pelanggaran syariat Islam merupakan tindakan yang paling sering terjadi, yakni 26 kasus selama 2011. Diikuti tindak pemukulan sebanyak 15 kasus.
”Penegakan hukum terhadap pelaku ’main hakim sendiri’ mutlak dilakukan, tak boleh ada yang kebal hukum di Aceh. Institusi berwenang terkait syariat Islam harus terus menyosialisasikan larangan main hakim sendiri,” kata Gilang Lestari, Koordinator Kontras Aceh, Rabu (4/1).
Dalam laporan akhir tahun 2011 Kontras Aceh, kepolisian Aceh berada di peringkat teratas institusi yang melakukan tindak pelanggaran hak asasi manusia, yaitu 8 kasus kekerasan. Disusul TNI 5 kasus, sipir penjara 4 kasus, dan satpol PP 1 kasus.
”Tiga kasus penembakan warga dan lima kasus penganiayaan ini cukup kuat untuk menyimpulkan reformasi perpolisian di Aceh gagal,” ujar Gilang.
Sementara itu, Pusat Paguyuban Masyarakat Jawa (PPMJ) Aceh menyesalkan aksi kekerasan bersenjata yang menelan korban sipil di Aceh. PPMJ menilai, pasca-penandatanganan perjanjian damai Helsinki, banyak pihak bermain untuk menodai perdamaian itu.
”Kami menyesalkan insiden itu. Kami mempertanyakan mengapa masyarakat Jawa jadi korban? Apa demi kepentingan pribadi atau kelompok atau ambisi politik?” kata Supriyatno, Sekretaris Jenderal PPMJ Aceh.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menilai, sebagai daerah yang tengah menata diri pasca-perundingan damai dengan Pemerintah Indonesia, potensi konflik di Aceh pasti ada, terutama terkait persaingan dalam pilkada. ”Potensi konflik di Aceh bukan lagi dengan pemerintah pusat, melainkan antarpemimpin Aceh sendiri,” katanya ketika dihubungi di London.
Jika potensi konflik yang ada tidak ditangani dengan baik, bisa membesar dan berbahaya. Potensi konflik itu hanya bisa diselesaikan masyarakat Aceh sendiri. ”Jadi, pemimpin muda harus menghormati yang tua, begitu pula sebaiknya. Para pemimpin harus saling menghargai satu sama lain, jangan saling berebut kekuasaan yang merugikan warga,” kata Kalla. (HAN/FAJ)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.