Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jusuf Kalla: Potensi Konflik di Aceh Bukan Lagi dengan Pemerintah

Kompas.com - 05/01/2012, 05:54 WIB

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Aceh mencatat, kekerasan dalam penegakan syariat Islam tergolong kasus tertinggi tahun 2011, yakni 46 kasus. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan kekerasan bersenjata api, yaitu 44 kasus. Pada 2010, tercatat 55 kasus.

Memandikan warga yang diduga melakukan pelanggaran syariat Islam merupakan tindakan yang paling sering terjadi, yakni 26 kasus selama 2011. Diikuti tindak pemukulan sebanyak 15 kasus.

”Penegakan hukum terhadap pelaku ’main hakim sendiri’ mutlak dilakukan, tak boleh ada yang kebal hukum di Aceh. Institusi berwenang terkait syariat Islam harus terus menyosialisasikan larangan main hakim sendiri,” kata Gilang Lestari, Koordinator Kontras Aceh, Rabu (4/1).

Dalam laporan akhir tahun 2011 Kontras Aceh, kepolisian Aceh berada di peringkat teratas institusi yang melakukan tindak pelanggaran hak asasi manusia, yaitu 8 kasus kekerasan. Disusul TNI 5 kasus, sipir penjara 4 kasus, dan satpol PP 1 kasus.

”Tiga kasus penembakan warga dan lima kasus penganiayaan ini cukup kuat untuk menyimpulkan reformasi perpolisian di Aceh gagal,” ujar Gilang.

Dia mengatakan, polisi Aceh masih fokus pada upaya penegakan hukum internal. Terbukti dengan upaya penertiban kasus kriminal yang dilakukan aparat kepolisian sebagai perbaikan citra. Namun, hal itu belum optimal.

Sementara itu, Pusat Paguyuban Masyarakat Jawa (PPMJ) Aceh menyesalkan aksi kekerasan bersenjata yang menelan korban sipil di Aceh. PPMJ menilai, pasca-penandatanganan perjanjian damai Helsinki, banyak pihak bermain untuk menodai perdamaian itu.

”Kami menyesalkan insiden itu. Kami mempertanyakan mengapa masyarakat Jawa jadi korban? Apa demi kepentingan pribadi atau kelompok atau ambisi politik?” kata Supriyatno, Sekretaris Jenderal PPMJ Aceh.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menilai, sebagai daerah yang tengah menata diri pasca-perundingan damai dengan Pemerintah Indonesia, potensi konflik di Aceh pasti ada, terutama terkait persaingan dalam pilkada. ”Potensi konflik di Aceh bukan lagi dengan pemerintah pusat, melainkan antarpemimpin Aceh sendiri,” katanya ketika dihubungi di London.

Jika potensi konflik yang ada tidak ditangani dengan baik, bisa membesar dan berbahaya. Potensi konflik itu hanya bisa diselesaikan masyarakat Aceh sendiri. ”Jadi, pemimpin muda harus menghormati yang tua, begitu pula sebaiknya. Para pemimpin harus saling menghargai satu sama lain, jangan saling berebut kekuasaan yang merugikan warga,” kata Kalla. (HAN/FAJ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com