Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karawang, Lumbung Padi yang Terancam "Punah"

Kompas.com - 04/01/2012, 02:56 WIB

Oleh M Ali Khumaini
 
Di beberapa daerah yang terletak tidak jauh dari wilayah perkotaan Kabupaten Karawang, Jawa Barat, cukup banyak lahan pertanian yang kini telah berubah menjadi perumahan, rumah toko, dan sejumlah bangunan lainnya.

Sedangkan di wilayah perdesaan yang jauh dari perkotaan, areal pertanian di sejumlah daerah lumayan banyak yang berubah menjadi bangunan rumah dan tempat usaha.

Alih fungsi lahan pertanian di daerah yang terkenal sebagai lumbung padi ini terus terjadi. Bahkan kemungkinan akan terus terjadi hingga waktu-waktu ke depan sebab hingga kini belum ada yang mampu membatasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Karawang.

Bupati Karawang Ade Swara mengaku kesulitan mengendalikan, apalagi sampai mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian di daerahnya karena yang lebih berhak atau berwenang terhadap areal sawah itu merupakan pemilik sawah.

"Kami rasa cukup sulit mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Karawang. Tetapi sebagai pemerintah daerah, kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan Karawang sebagai daerah lumbung padi," kata bupati.

Ade Swara yang baru menjabat Bupati Karawang satu tahun itu justru menilai terjadinya alih fungsi lahan pertanian sejak beberapa tahun terakhir akibat minimnya kesadaran pemilik areal sawah dalam menjaga atau mempertahankan lahan pertanian.

Akibatnya, hampir setiap tahun selalu terjadi alih fungsi lahan pertanian.

Sesuai dengan data Dinas Pertanian dan Kehutanan setempat, laju alih fungsi lahan pertanian di Karawang rata-rata mencapai 181 hektare per tahun.

Hingga penghujung 2011, luas lahan baku pertanian di Karawang tercatat 94.311 hektare, terdiri atas 83.021 hektare areal sawah irigasi teknis, sawah irigasi setengah teknis seluas 3.852 hektare, sawah irigasi sederhana seluas 4.165 hektare dan seluas 3.273 hektare areal sawah tadah hujan.

"Selain alih fungsi lahan pertanian, faktor lain yang mengancam areal pertanian di Karawang ialah ancaman banjir dan kekeringan," kata dia.

Ketua Komisi B DPRD Karawang Yoes Taufik mengingatkan pemerintah daerah setempat tegas dalam mempertahankan lahan pertanian, menyusul tingginya laju alih fungsi lahan pertanian.

"Jika Karawang tetap dijadikan daerah lumbung pertanian, pemerintah kabupaten harus tegas menekan tingginya laju alih fungsi lahan pertanian," kata dia.

Menurut dia, bentuk alih fungsi lahan pertanian terbagi menjadiben dua, yakni alih fungsi lahan pertanian secara massal dan tidak massal. Terjadinya alih fungsi lahan pertanian massal cukup berbahaya, karena bisa menghilangkan lahan pertanian sekaligus dalam jumlah yang banyak.

Alih fungsi lahan pertanian secara massal terjadi karena adanya kepentingan berbagai jenis pembangunan, seperti pembangunan perumahan, industri, dan lain-lain. Sedangkan alih fungsi tidak massal terjadi karena pemilik lahan pertanian membangun rumah di atas lahan pertanian miliknya sendiri.

Terjadinya alih fungsi lahan pertanian pada dasarnya merupakan konsekuensi yang mesti ditanggung untuk perkembangan daerah. Tetapi, hal itu bisa dikontrol dengan komitmen pemerintah daerah yang akan mempertahankan lahan pertanian di Karawang.

Dengan demikian, pemerintah daerah dituntut tegas dalam mempertahankan lahan pertanian agar alih fungsi lahan pertanian tidak terlalu tinggi.

Akademisi Universitas Singaperbangsa Karawang (Uniska), Yudi Mahmud mengatakan, laju alih fungsi lahan pertanian di Karawang perlu diimbangi dengan penerapan teknologi pertanian.

"Kalau laju alih fungsi yang selalu terjadi setiap tahun tidak diimbangi dengan penerapan teknologi pertanian, maka produksi padi Karawang tidak akan meningkat dan akan mengancam status Karawang sebagai daerah lumbung padi," kata dia.

Ia menilai, dengan kemajuan teknologi pertanian yang terus berkembang dan diterapkan di Karawang, maka keterbatasan lahan pertanian akibat tingginya laju alih fungsi lahan tidak menjadi permasalahan berarti di sektor pertanian.

Di antara teknologi pertanian yang perlu diterapkan di Karawang ialah dengan berani menggunakan varietas padi yang unggul, termasuk di antaranya memperlakukan tanaman padi secara modern atau tidak sembarangan.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Karawang Nachrowi M Nur mengatakan, terjadinya alih fungsi lahan pertanian merupakan salah satu dampak dari terus berkembangnya pembangunan daerah. Tetapi dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Karawang, alih fungsi lahan pertanian bisa dibatasi.

Menurut dia, ancaman alih fungsi lahan pertanian juga bisa diimbangi dengan meningkatkan produktivitas padi. Hal itu bisa dilakukan dengan mengembangkan varietas benih padi hibrida yang benar-benar berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi.

Saat ini sejumlah petani di Karawang diakui sudah banyak yang menggunakan varietas benih padi lokal yang produktivitasnya cukup tinggi hingga mencapai 7-8 ton per hektare.

Penggunaan varietas padi di kalangan petani itu diawali dengan proses alamiah para petani setempat atau temuan petani secara langsung. Potensi varietas padi lokal di Karawang juga ada yang produktivitasnya di atas 9 ton per hektare.

Jenis varietas padi lokal yang produktivitasnya di atas 9 ton per hektare sedang diujicobakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Karawang. Terdapat tiga jenis varietas benih padi yang tengah diujicobakan, yakni Sidenok, Manohara, dan Bima.

Kelebihan dari tiga jenis varietas padi lokal tersebut ialah produktivitasnya yang mampu mencapai di atas 9 ton per hektare.

Nachrowi menilai, jika varietas-varietas yang mampu menghasilkan produksi padi itu tinggi, maka produksi padi di Karawang tidak akan terganggu walaupun terjadi alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke tahun.

Diharapkan nantinya walaupun selalu terjadi alih fungsi lahan pertanian setiap tahun, tetapi produksi padi di Karawang tetap tinggi.

Bahkan target produksi yang dibebankan oleh pemerintah pusat, yakni harus naik sekitar 5 persen setiap tahunnya bisa terpenuhi.

Sebagai contoh, pada 2010 target produksi padi Karawang yang mencapai 1,37 ton gabah kering panen tercapai. Padahal dalam setahun terdapat ratusan hektare lahan pertanian yang gagal panen.

Atas raihan produksi padi pada tahun 2010, Nachrowi mengaku pada tahun 2011 target padi di Karawang yang mencapai 1,4 ton gabah kering panen bisa tercapai.

"Luas lahan baku pertanian di Karawang tercatat 94.311 hektare. Tetapi saat ini realisasi panen luas lahan pertanian mencapai sekitar 97.000 hektare," kata dia.

Jika berkeliling ke wilayah perkotaan hingga pedesaan sekitar Karawang saat ini, hamparan hijau areal sawah memang sangat luas. Tetapi tetap alih fungsi lahan pertanian masih menjadi ancaman serius terhadap sektor pertanian di daerah lumbung padi ini.

Pembangunan jalan baru yang "memakan" areal persawahan di daerah sekitar Karawang juga mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Dengan dibangunnya jalan baru itu, sisi kanan dan kiri jalan tersebut akan dibangun sejumlah bangunan.

Pada beberapa tahun ke depan, diperkirakan akan terjadi ancaman yang luar biasa terhadap sektor pertanian. Ribuan ton produksi padi di Karawang terancam hilang terkait dengan rencana Pelabuhan Internasional Cilamaya yang berlokasi di Kecamatan Tempuran.

Perwakilan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Karawang, Kukuh mengatakan, terjadinya alih fungsi lahan pertanian secara besar-besaran merupakan salah satu dampak dari rencana pembangunan pelabuhan internasional di Karawang.

Sesuai kajian, kebutuhan akses jalan layang dari gerbang tol Dawuan menuju pelabuhan saja akan "memakan" sekitar 150 hektare areal pertanian. Alih fungsi lahan pertanian seluas itu terjadi jika akses jalannya menggunakan jalan layang.

Jika diasumsikan setiap lahan pertanian yang beralih fungsi tersebut mampu memproduksi enam ton padi per hektare, maka setiap satu musimnya, Karawang akan kehilangan 900 ton dan akan kehilangan padi sekitar 1.800 ton padi per tahun, jika di daerah itu terjadi dua kali musim dalam setiap tahunnya.

Ancaman kehilangan produksi padi akibat alih fungsi lahan pertanian dinilai berbagai pihak jauh lebih besar apabila akses jalan menuju pelabuhan internasional tersebut menggunakan jalan konvensional atau tidak menggunakan jalan layang.

Berdasarkan rencana pembangunan Pelabuhan Internasional Cilamaya, panjang akses jalan dari gerbang Tol Dawuan ke gerbang pelabuhan mencapai 36 kilometer, dengan lebar 50 meter. Sebagian besar akses jalan itu akan membelah areal persawahan, areal pertambakan dan sebagian kecil melewati permukiman penduduk di beberapa kecamatan sekitar Karawang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com