Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Meningkat akibat Badai Matahari

Kompas.com - 02/01/2012, 02:25 WIB

Jakarta, Kompas - Meningkatnya aktivitas Matahari akan mengakibatkan iklim basah tahun ini. Namun, bila kejadian bintik matahari terus berlanjut, kekeringan akan melanda Indonesia tahun berikutnya.

Hal ini dikemukakan Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Edvin Aldrian pada acara ”Orientasi Dampak Perubahan Iklim” yang diselenggarakan Indonesia Climate Change Trust Fund-Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika serta Masyarakat Penulis Iptek di Villa Ratu Caringin, Bogor, pekan lalu.

Dihubungi secara terpisah, Clara Yono Yatini, Kepala Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), mengatakan, aktivitas Matahari meningkat pada pertengahan tahun ini sehingga mengakibatkan beberapa kali badai matahari.

Namun, maksimum kejadian diperkirakan terjadi pada pertengahan tahun 2013. Perkiraan ini berdasarkan periodisasi kejadian puncak badai matahari setiap 11 tahun. Munculnya badai matahari menyebabkan gangguan geomagnet dan komunikasi radio di Bumi.

Peningkatan jumlah bintik matahari, kata Edvin, mengakibatkan naiknya suhu laut dan evaporasi. Pada akhir 2012 akan terjadi kemarau basah. Namun, dikhawatirkan jika episode bintik matahari berlanjut, tahun berikutnya akan timbul El Nino di Pasifik yang berdampak kekeringan di Indonesia.

Bintik matahari berdampak pada kawasan di khatulistiwa. Selama bintik matahari belum mencapai puncak, terjadi peningkatan suhu laut berlanjut pada penguapan air laut yang bersifat lokal. Namun, saat bintik matahari mencapai puncak terjadi peningkatan suhu laut di timur Samudra Pasifik. Hal ini menyebabkan uap air yang terbentuk di perairan Indonesia tertarik ke timur Pasifik. Dampaknya, Indonesia terancam kekeringan.

Matahari merupakan sumber energi utama bagi makhluk di Bumi. Aktivitas Matahari yang meningkat akan berpengaruh pada Bumi.

Penelitian dengan koronagrafi satelit observasi SOHO, Juni 2011, menangkap adanya ledakan flare yang menimbulkan korona. Korona mengakibatkan penyebaran awan partikel ke berbagai arah selama 12 jam. Awan partikel ini diperkirakan memberi pengaruh bagi Bumi dalam skala ringan beberapa hari kemudian, dan menghasilkan aurora di lintang tinggi Bumi.

Flare dan korona terjadi akibat munculnya bintik-bintik matahari. Meski disebut bintik, pusaran magnet matahari ini berdiameter 32.000 kilometer, 2,5 kali diameter rata-rata Bumi.

Pembentukan bintik ini akan mencapai jumlah tertinggi setiap 11 tahun—disebut siklus bintik matahari. Fenomena ini lebih lanjut akan menimbulkan gangguan bagi cuaca serta kemagnetan dan kelistrikan Bumi.

Karakteristik matahari ini diteliti di Stasiun Pengamatan Matahari di Tanjungsari Sumedang sejak tahun 1970-an. Dari teropong matahari di stasiun itu, terlihat peningkatan bintik matahari sejak Desember 2009. Sebelum itu, bintik matahari sangat minim, disebut Matahari tenang.

Pada tahun 2010, jumlah bintik matahari naik rata-rata 10 per bulan. Pada bulan Mei 2011 jumlah rata-ratanya meningkat menjadi 32. ”Flare mulai banyak terjadi akhir-akhir ini. Namun, jumlahnya belum signifikan untuk mengakibatkan badai geomagnet yang kuat,” kata Clara.

Menghadapi badai matahari itu, Lapan melakukan langkah antisipasi, antara lain, membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung.

Sementara itu, kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, menghadapi banjir tahun ini, BNPB telah mempersiapkan bantuan logistik, personel, dan dana untuk membantu daerah rawan banjir, termasuk DKI Jakarta. (YUN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com