Polri tumbuh dan berkembang bersama-sama dari rakyat Indonesia, tetapi kemudian menjadi pembunuh masyarakatnya sendiri (destroy the fabric of society).
Mereka lupa bahwa pada akhirnya mereka akan turut terkubur juga bersama-sama dengan matinya "pohon Indonesia" yang mereka cederai dan gerogoti selama ini.
Elsam menilai bahwa dalam penanganan aksi demonstrasi di Bima ini, aparat kepolisian telah mengabaikan bahkan melanggar berbagai prinsip dan standar hak asasi manusia yang diakui dan berlaku di Indonesia.
Sejumlah pelanggaran hak asasi yang dilakukan, khususnya hak hidup dan hak atas keamanan diri pribadi, yang telah diatur di dalam UUD 1945; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, serta Deklarasi Kuba tentang Prinsip-prinsip Penggunaan Senjata Api oleh Aparat.
Selain itu, aparat kepolisian juga telah mengabaikan dan melanggar prinsip yang dibuatnya sendiri, seperti Perkap Nomor 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen, Pengamanan dan Organisasi, Perusahaan dan atau Instansi/Lembaga Pemerintah; Protap 01/2010 tentang Simulasi Penanganan Unjuk Rasa Anarkis; dan yang paling penting, Protap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Implementasi Tugas-tugas Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.