Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kami Sudah Tidak Bisa Tersenyum karena Takut...

Kompas.com - 17/12/2011, 02:08 WIB

Wayan Sukadana, warga Pelita Jaya, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, Lampung, mengatakan, kakaknya, Made, diduga ditembak oknum aparat keamanan. Pengakuan itu disampaikan saat Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan memperlihatkan film tentang kekerasan yang terjadi di Pelita Jaya.

”Itu kakak saya. Dia ditembak dari bagian pantat dan tembus sampai lambung,” kata Wayan saat bersaksi di Kontras di Jakarta, Jumat (16/12).

Selain aksi kekerasan, pengambilalihan lahan perkampungan warga oleh perusahaan kelapa sawit menimbulkan penderitaan ribuan warga. Warga tidak hanya kehilangan rumah dan harta benda karena rumah mereka dibongkar paksa, tetapi juga kehilangan mata pencarian karena lahan garapan diambil alih. Ribuan warga kini tinggal di tenda-tenda pengungsian. Ratusan anak-anak terancam putus sekolah karena tidak dapat sekolah.

Sebelumnya, dalam kesaksian di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kamis lalu, korban pelanggaran hak asasi manusia di area perkebunan kelapa sawit di Pelita Jaya, Mesuji, Lampung, Neneng, menceritakan penghidupan warga memilukan di negeri yang merdeka. Hak ekonomi, sosial, dan politik rakyat ibarat raib total. Kini, warga hidup dalam suasana rasa takut, tidak manusiawi, dan terancam kehilangan masa depan.

”Kalau ibu bisa tersenyum, saya tidak bisa tersenyum karena takut. Kalau anak ibu bisa sekolah, anak saya tidak bisa sekolah. Tempat ambil air pun ditutup,” kata Neneng.

Lebih menyedihkan lagi, hak-hak politik warga pun dirampas. Warga yang dianggap sebagai perambah lahan tidak mendapatkan kartu tanda penduduk (KTP). ”Puluhan ribu masyarakat di sana tidak memiliki KTP,” kata Matius Toto Nugroho, warga Pelita Jaya lainnya.

Setiap kali ingin mengurus KTP, warga tidak bisa mendapatkan KTP. Padahal, KTP sangat penting dalam administrasi kependudukan untuk mengurus berbagai hal.

Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Megoupak Bob Hasan mengungkapkan, sejak perusahaan kelapa sawit menguasai lahan warga, selain rumah warga dibongkar, fasilitas sosial seperti sekolah juga dibongkar. Akibatnya, warga kehilangan penghidupan.

Berbagai kekerasan oleh oknum aparat dan pasukan pengamanan swakarsa pun terjadi. ”Banyak warga yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan alasan menjadi perambah,” kata Bob Hasan. Aksi-aksi penembakan dan pembunuhan juga terjadi pada warga di Mesuji.

”Kasus pelanggaran HAM di Mesuji merupakan kasus pelanggaran HAM yang paling lengkap dan tidak ada dalam teori. Dari pelanggaran HAM berat, sedang, sampai ringan terjadi di Mesuji,” kata Bob Hasan.

Mantan Asisten Teritorial Kepala Staf TNI AD Mayjen (Purn) Saurip Kadi yang ikut mendampingi korban di Kontras mengungkapkan, korban pelanggaran HAM di Lampung dan Sumatera Selatan itu sudah kehabisan air mata. Namun, tidak ada reaksi dan respons yang cepat dari pemerintah, termasuk Komnas HAM.

”Untuk apa buat tim-tim investigasi lagi. Masyarakat di sana sudah menderita. Presiden tidak bisa hanya mengandalkan menerima laporan dari bawahannya. Presiden harus turun ke lapangan,” kata Saurip. Ia menambahkan, kasus Lampung mewakili banyak kasus serupa yang terjadi di Indonesia.

Secara terpisah, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Timur Pradopo mengatakan, kepolisian bersikap netral dan menjamin keamanan warga. ”Kalau ada anggota kami yang melanggar, kami proses. Sebaliknya, kalau ada masyarakat yang melanggar, juga kami proses,” katanya. (FERRY SANTOSO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com