Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Musim Buah Tiba

Kompas.com - 15/12/2011, 02:45 WIB

Mawar Kusuma

Menikmati mangga, durian, dan manggis sepanjang tahun bukan lagi impian. Penelitian Profesor Roedhy Poerwanto (53) dari Institut Pertanian Bogor memungkinkan kita memetik buah di negeri kaya buah ini hampir sepanjang musim.

Roedhy menggunakan bahan kimia pada tanaman durian, mangga, dan manggis. Untuk menginduksi munculnya bunga, tanaman dibuat stres dengan menuangkan bahan kimia paklogutrasol ke pangkal batang. Setelah dua bulan, tanaman disemprot kalium nitrat agar bunga bisa keluar serentak. Setelah, itu kita tinggal menunggu datangnya buah.

Penggunaan bahan kimia yang ditemukan Roedhy dari hasil penelitian tahun 1994-1995 ini telah diadopsi petani mangga di Cirebon, Jawa Barat, dan Probolinggo, Jawa Timur. Seluruh hasil penelitiannya selalu dilaporkan ke bagian penelitian dan pengembangan Kementerian Pertanian. ”Saya juga menyampaikan langsung ke petani, dan mereka bebas mengadopsi. Buah lokal tetap bisa berbuah sepanjang musim,” katanya.

Roedhy sejak tahun 1985 aktif meneliti buah lokal. Kemampuannya telah dimanfaatkan oleh negeri lain. Hasil penelitiannya tentang produksi buah jeruk (Citrus sp) )sepanjang tahun, misalnya, telah dikembangkan Koperasi Pertanian di Jepang.

Penelitiannya tentang teknik produksi rambutan di luar musim juga telah diminta Direktorat Jenderal Penyuluhan Pertanian Thailand untuk bahan penyuluhan petani di Thailand.

Penelitian tentang produksi jeruk sepanjang tahun dijalani Roedhy saat ia mendalami Fisiologi Tanaman di Jepang pada tahun 1985-1987. Ketika itu, ia juga sudah menjadi dosen di Fakultas Pertanian IPB. Buah jeruk di Jepang normalnya berbuah pada September atau pada musim gugur. Hasil penelitian Roedhy memungkinkan jeruk bisa dipanen pada musim panas.

Khusus untuk rambutan di Thailand, Roedhy mengembangkan teknik pengaturan pembungaan dengan mengupas kulit batang pohon selebar 2 sentimeter. Kulit batang kemudian ditutup selama dua bulan hingga tiga bulan sebelum kemudian diberi kalium nitrat. ”Dua minggu sampai satu bulan kemudian, rambutan akan berbuah.”

Sayangnya, teknik yang dikembangkan di Jepang sulit diadopsi di Indonesia karena mahal. Sementara teknik yang dikembangkan petani Thailand membutuhkan pemeliharaan yang teliti.

Manisnya manggis

Roedhy juga sedang meneliti cara mengatasi getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L). Getah kuning ini menyebabkan manggis terasa pahit. Akibat getah kuning, eksportir sering kali menolak dan mengembalikan manggis yang sudah dikirim.

Roedhy juga sedang berupaya memperpanjang daya simpan manggis. Ia berusaha mempertahankan agar buah manggis bisa diekspor dalam kondisi segar, berwarna merah, dan kulit lunak. Dari hasil penelitiannya, Roedhy menemukan bahwa manggis harus disimpan pada suhu di bawah 12 derajat celsius menggunakan kemasan tertentu.

Pada mangga, ia sedang meneliti pengembangan formula tertentu untuk pencucian agar mangga terbebas dari getah dan tidak cepat membusuk. ”Hasil penelitian saya yang terakhir tentang manggis dan mangga ini akan saya patenkan,” kata Roedhy.

Profesor di bidang buah ini juga membina kelompok-kelompok petani buah lewat Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB. Ia termasuk salah satu peneliti yang merintis lahirnya PKBT yang telah melepas beberapa varietas unggul buah lokal seperti pisang unti sayang, nanas pasir kuda, dan pepaya carisya.

Melalui PKBT, Roedhy turut membina kelompok petani seperti petani manggis di Leuwiliang, Bogor. Petani buah, menurut Roedhy, harus mulai berkelompok agar bisa maju. Dengan sentuhan teknologi baru yang dikenalkan PKBT, ekspor manggis bisa didongkrak dari sebelumnya kurang dari 5 persen menjadi lebih dari 10 persen.

Kelompok petani buah menjadi jawaban karena selama ini tanaman buah hanya menjadi tanaman pekarangan. Pohon buah di pekarangan ini sulit tersentuh teknologi karena skala kepemilikan yang hanya 1-2 pohon per petani. Hal ini sangat berbeda dengan negara lain, seperti Australia, yang kepemilikan lahan petaninya minimal 20 hektar.

Salak terbaik

Buah lokal, menurut Roedhy, memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Buah lokal memiliki nilai gizi yang lebih tinggi karena lebih segar. Kandungan vitamin C buah mangga (Mangifera indica L), misalnya, lebih tinggi 10 kali lipat dibanding apel impor.

Salak dari Sleman, DI Yogyakarta, bahkan telah dinobatkan sebagai salak terbaik di dunia karena keunggulan citarasanya. Salak pondoh dari Sleman bisa ditanam di mana saja tanpa perubahan rasa. Perkebunan nanas di Lampung seluas 40.000 hektar juga telah mencatatkan diri sebagai produsen nanas terbesar ke-3 di dunia.

Volume perdagangan buah internasional didominasi buah tropika seperti pisang, nanas, dan mangga. Ketertinggalan buah lokal—terutama di perdagangan di pasar swalayan—disebabkan penampilannya yang kalah menarik. ”Budaya mutu yang dikembangkan petani adalah rasa. Di konsumen, tidak hanya rasa, tetapi juga penampilan,” kata Roedhy.

Sistem perdagangan buah di dalam negeri juga lebih berorientasi volume dan harga, bukan mutu. Buah-buah lokal diperdagangkan tanpa seleksi mutu di tingkat produsen. Pengiriman buah bermutu baik dicampur dengan buah kualitas jelek, daun, ranting, bahkan buah busuk. Sebanyak 40-60 persen buah rusak dan harus dibuang.

Roedhy berharap pemerintah bisa membangun saluran pasar baru yang sama sekali berbeda dengan pasar buah saat ini. Pasar harus lebih mengutamakan mutu dan hanya memasarkan produk buah bermutu.

Pembangunan kebun baru berskala luas dengan mengundang investor juga harus segera dilakukan. Kebijakan pemerintah, menurut Roedhy, harus berpihak pada perkembangan buah jika ingin menyejahterakan petani. Dari hasil penelitian, pendapatan petani sayur dan buah lebih tinggi hingga 10 kali lipat dibandingkan petani padi.

 

***

Roedhy Poerwanto 

• Lahir: Klaten, 18 Juli 1958 

Pekerjaan: Guru Besar Bidang Hortikultura (2002)

• Istri: Sri Budiarti 

• Anak: Itidea Adinugraha, Wisesa Nandhi Wardhana

 • Pendidikan:
 - SDN Ngepos 2 Klaten 
- SMPN 2 Klaten - SMAN 1 Klaten
- S-1 Agronomi pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (1977-1981) 
- S-2 Hortikultura di Kagawa University, 1985-1987 
- S-3 Bioresources Production Science di Ehime University (1990)

• Penghargaan: 
- Mahasiswa Teladan I IPB, 1980
- Dosen Teladan I IPB, 1992

• Organisasi: 
- Kepala Bagian Produksi Tanaman IPB
- Sekretaris Dewan Guru Besar IPB
- Direktur Tanaman Buah di Departemen Pertanian (2003-2005) 
- Ketua Umum Perhimpunan Hortikultura Indonesia
 - Ketua Dewan Pakar Himpunan Perbuahan Indonesia
- Anggota Dewan Riset Nasional

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com