Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usaha Suku Cadang Butuh Dukungan Dana

Kompas.com - 09/12/2011, 22:13 WIB
Herlambang Jaluardi

Penulis

SUKABUMI, KOMPAS.com - Industri perakitan logam, terutama pembuatan suku cadang kendaraan bermotor, membutuhkan dukungan modal dari perusahaan besar yang telah mapan untuk mengembangkan usahanya. Selama ini, industri suku cadang yang sudah terbantu permodalannya mampu bersaing di pasar internasional.

"Perusahaan besar bisa membantu, baik dalam bentuk modal uang maupun pekerjaan yang berkelanjutan bagi industru suku cadang kelas rumahan seperti kami. Sebab, jika mengharapkan bantuan modal dari pemerintah akan terlalu lama", kata Ketua Koperasi Industri Kerajinan Rakyat Karya Pusaka, Asep Ruhendi, Kamis (8/12/2011) di Sukabumi, Jabar.

Koperasi yang ia pimpin membawahi 97 anggota, dengan sekitar 60 di antaranya berupa badan usaha yang memproduksi suku cadang kendaraan bermotor, dan juga perkakas tajam semacam pisau dan golok. Sejak tahun 1994, koperasi mengerjakan suku cadang untuk sepeda motor merek Honda, dengan dengan modal dan bahan baku sepenuhnya ditanggung pemberi order.

"Dari penghasilan itu, lama-kelamaan kami dipercaya untuk mencari sendiri bahan baku dan mengerjakannya. Sampai 2002, kami sudah memasok 43 jenis suku cadang untuk mereka dengan omzet per bulan sekitar Rp 180 juta. Kemudian, hingga hari ini, kami mengerjakan 63 jenis dengan omzet mencapai Rp 500 juta per bulan," kata Asep.

Dukungan modal dari perusahaan besar, menurut dia, sangat tepat diberikan pada usaha perakitan logam skala kecil, seperti korperasi. Sebab, masih banyak pelaku industri rumahan yang enggan mengajukan pinjaman ke bank. Hal itu dilatarbelakangi oleh omzet mereka yang tidak bisa ditebak setiap bulannya, dan masih kesulitan membuat laporan keuangan.

Pabrik perakitan logam yang lebih besar, PT Alpindo Baja Utama, juga merasakan hal itu. Yodi Sirojudin, Direktur PT Alpindindo Baja Utama, perusahaan pembuat suku cadang untuk peralatan pabrik dan alat berat semacam buldoser itu, mengisahkan, semula membuka perusahaan dengan modal Rp 10 juta pada 1990, dengan luas pabrik sekitar 200 meter persegi. 

Enam tahun kemudian, perusahaan yang terletak di Desa Cibatu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, tersebut mendapat pinjaman modal dari PT Astra Mitra Ventura (AMV) untuk membeli tanah seluas 1.000 meter persegi, dan modal kerja Rp 500 juta. Setelah lunas, dipinjamkan lagi modal usaha sebesar Rp 1,5 miliar.

Sebelum dibantu, omzet perusahaan hanya sekitar Rp 100 juta per tahun. Saat ini, omzetnya sudah meningkat menjadi Rp 200 miliar per tahun.

"Kini dalam setahun kami memakai besi sebanyak 300.000 ton," kata Yodi.

Sebanyak 20 persen produksinya diekspor ke Jepang, antara lain, untuk produk bermerek Honda, Yamaha, dan Komatsu . Sisanya dijual ke dalam negeri untuk produk Caterpillar.

PT Sarandi Karya Nugraha, yang semula dirintis dari perusahaan keluarga pada 1997, kini pun telah memiliki 195 karyawan. Produsen peralatan kesehatan seperti ranjang pasien dan meja operasi itu, disokong PT AMV untuk permodalan, dan Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA) untuk peningkatan kualitas pekerja dan manajemennya.

"Produk kami dipasarkan ke seluruh provinsi di Indonesia, dan juga ekspor ke Arab Saudi, Aljazair, Mauritius, dan beberapa negara di utara Afrika . Kami juga memasok untuk lembaga internasional Unicef," kata Isep Gojali, Managing Director PT Sarandi Karya Nugraha.

Perusahaan ini juga baru diganjar sebagai perusahaan terbaik kategori Employment, pada ajang ASEAN Business Awards 2011.

Arietta Adrianti, Presiden Direktur PT AMV, menambahkan, hingga November 2011, perusahaannya telah memberikan pembiayaan sebesar Rp 275,16 miliar kepada 295 perusahaan mitra. Sementara YDBA telah membina 7.238 perusahaan hingga Juni 2011.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com