JAKARTA, KOMPAS.com - Mayoritas fraksi di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat sepakat menggunakan hak interpelasi atau meminta keterangan pemerintah mengenai kebijakan pengetatan remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus korupsi dan terorisme yang diambil Kementerian Hukum dan HAM.
Ahmad Yani, anggota Komisi III dari Fraksi PPP mengatakan, tujuh fraksi yakni Partai Golkar, PDI-P, PKS, PPP, Hanura, PAN, dan Gerindra sudah sepakat menggunakan hak interpelasi.
"Sekarang sudah lebih dari 25 anggota yang setuju. Jadi telah memenuhi syarat undang undang. Penggalangan ini akan terus dilakukan," kata Yani saat jumpa pers di ruang rapat Komisi III DPR, Kamis (7/12/2011).
Ikut hadir anggota Komisi III lain yakni Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar, Syarifuddin Sudding dari Fraksi Partai Hanura, Taslim Chaniago dari Fraksi PAN, dan Wakil Ketua Komisi III Nasir Jamil dari Fraksi PKS.
Pernyataan itu disampaikan setelah rapar kerja lanjutan antara Komisi III dengan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin dan jajarannya batal dilakukan. Pihak Kemenkumham tak dapat hadir lantaran ada kegiatan lain.
Hak interpelasi itu digunakan lantaran mereka tidak puas atas penjelasan Amir mengenai kebijakan pengetatan remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat dalam rapat kerja kemarin. Mereka tetap menggangap kebijakan itu melanggar UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan dan PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.
"Kalau napi memenuhi syarat sesuai diatur ketentuan itu, negara wajib memberikan haknya. Karena kemarin tak ada argumentasi yang kuat, karena itu kami gunakan hak interpelasi yaitu menanyakan langsung ke Presiden. Apakah Presiden mengetahui kebijakan ini yang melanggar undang-undang," kata Yani.
Sudding menolak jika langkah ini disebut dalam rangka membela para koruptor. Menurut dia, ada pelanggaran hak asasi para napi. Setidaknya ada 102 napi yang menerima surat pembebasan dan remisi namun dibatalkan.
"Langkah ini jangan dikaitkan dengan adanya kader partai yang tengah menjalankan proses hukum," kata Sudding. Seperti diketahui, akibat kebijakan itu, beberapa kader Golkar batal bebas.
Hak menyatakan pendapat
Bambang mengatakan, penjelasan Presiden penting untuk mengetahui apakah Presiden tahu soal kebijakan bawahannya. "Atau justru memerintahkan kepada menteri untuk mengambil kebijakan. Atau sebaliknya, menteri ini jalan sendiri yang justru membayakan posisi Presiden," ucap dia.
Bambang menambahkan, "Tidak menutup kemungkinan akan meningkat jadi hak menyatakan pendapat kalau jawaban Presiden tidak memuaskan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.