Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi III Gunakan Hak Interpelasi

Kompas.com - 08/12/2011, 16:32 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mayoritas fraksi di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat sepakat menggunakan hak interpelasi atau meminta keterangan pemerintah mengenai kebijakan pengetatan remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus korupsi dan terorisme yang diambil Kementerian Hukum dan HAM.

Ahmad Yani, anggota Komisi III dari Fraksi PPP mengatakan, tujuh fraksi yakni Partai Golkar, PDI-P, PKS, PPP, Hanura, PAN, dan Gerindra sudah sepakat menggunakan hak interpelasi.

"Sekarang sudah lebih dari 25 anggota yang setuju. Jadi telah memenuhi syarat undang undang. Penggalangan ini akan terus dilakukan," kata Yani saat jumpa pers di ruang rapat Komisi III DPR, Kamis (7/12/2011).

Ikut hadir anggota Komisi III lain yakni Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar, Syarifuddin Sudding dari Fraksi Partai Hanura, Taslim Chaniago dari Fraksi PAN, dan Wakil Ketua Komisi III Nasir Jamil dari Fraksi PKS.

Pernyataan itu disampaikan setelah rapar kerja lanjutan antara Komisi III dengan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin dan jajarannya batal dilakukan. Pihak Kemenkumham tak dapat hadir lantaran ada kegiatan lain.

Hak interpelasi itu digunakan lantaran mereka tidak puas atas penjelasan Amir mengenai kebijakan pengetatan remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat dalam rapat kerja kemarin. Mereka tetap menggangap kebijakan itu melanggar UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan dan PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.

"Kalau napi memenuhi syarat sesuai diatur ketentuan itu, negara wajib memberikan haknya. Karena kemarin tak ada argumentasi yang kuat, karena itu kami gunakan hak interpelasi yaitu menanyakan langsung ke Presiden. Apakah Presiden mengetahui kebijakan ini yang melanggar undang-undang," kata Yani.

Sudding menolak jika langkah ini disebut dalam rangka membela para koruptor. Menurut dia, ada pelanggaran hak asasi para napi. Setidaknya ada 102 napi yang menerima surat pembebasan dan remisi namun dibatalkan.

"Langkah ini jangan dikaitkan dengan adanya kader partai yang tengah menjalankan proses hukum," kata Sudding. Seperti diketahui, akibat kebijakan itu, beberapa kader Golkar batal bebas.

Hak menyatakan pendapat
Bambang mengatakan, penjelasan Presiden penting untuk mengetahui apakah Presiden tahu soal kebijakan bawahannya. "Atau justru memerintahkan kepada menteri untuk mengambil kebijakan. Atau sebaliknya, menteri ini jalan sendiri yang justru membayakan posisi Presiden," ucap dia.

Bambang menambahkan, "Tidak menutup kemungkinan akan meningkat jadi hak menyatakan pendapat kalau jawaban Presiden tidak memuaskan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com