Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nostalgia Kisah Stasiun Klasik

Kompas.com - 28/11/2011, 17:14 WIB

Peran Stasiun Tanjung Priuk ini cukup sentral karena pelabuhan Pasar Ikan juga digeser ke Pelabuhan Tanjung Priok yang lebih luas sehingga kapal bersandar di pelabuhan ini.

Stasiun seluas 34.134 meter persegi ini memiliki delapan jalur kereta, menggambarkan sibuknya stasiun kala itu. Selain mengangkut barang, kereta juga menjadi sarana transportasi yang nyaman dan aman bagi mereka yang akan ke pelabuhan.

Dengan konstruksi kuat dan indah, stasiun ini kokoh hingga kini. Bentuk arsitektur karya Ir CW Coch ini masih mengundang decak kagum. Bangunannya bertumpu pada ratusan tiang pancang dengan atap penutup dari beton. Hiasan kaca patri dan ornamen profil keramik pada dinding semakin menambah kecantikan interior stasiun.

Begitu masuk dari pintu utama, berderet loket penjualan tiket. Lalu, ada ruangan besar semacam serambi dengan jarak langit-langit sekitar 20 meter. Beberapa ruangan tanpa pintu terletak di kiri dan kanan ruangan besar itu. Ruang tunggu stasiun menghadap ke jalur rel kereta. Kesibukan Stasiun Tanjung Priuk kini jauh berkurang. Stasiun megah ini terasa kosong. Kereta jarak jauh yang berangkat dari stasiun ini hanya Kertajaya tujuan Surabaya. Dua kereta lokal berangkat untuk tujuan Purwakarta dan Cikampek. Tiga kereta rel listrik (KRL) berangkat dari Tanjung Priuk, sementara dua KRL dari Bogor sampai Tanjung Priuk hanya hari Minggu.

Bogor

Jalur kereta Jakarta-Bogor terbentuk seiring ramainya aktivitas di Bogor. Selain sebagai tempat istirahat, Bogor juga memiliki Departemen Pendidikan, Departemen Pertanian, Kebun Raya, kebun percobaan, dan aneka fasilitas zaman Belanda.

Ketika pertama kali dioperasikan pada 1881, Stasiun Bogor boleh jadi jauh dari gambaran keseharian kini. Stasiun Bogor dulu dibangun untuk memfasilitasi orang-orang Belanda yang hendak tetirah di Buitenzorg atau kembali ke Batavia.

Tentunya lebih banyak noni-noni dan tuan-tuan Belanda yang menggunakan kereta di jalur kedua di Indonesia setelah Semarang di Jawa Tengah. Para gubernur jenderal tahun 1881-1948, penulis asing, bahkan Ratu Wilhelmina pada 1940-an pernah menggunakan Stasiun Bogor.

Bentuk bangunan tidak terlalu banyak berubah, hanya beberapa modifikasi bentuk bangunan di beberapa bagian. Pada salah satu ruangan yang kini menjadi ruang untuk tamu VIP, masih ada monumen David Marschalk dari marmer setinggi 1 meter. Patung Marschalk di atas monumen sudah puluhan tahun hilang.

Siapa Marschalk? Menurut Boekoe Peringatan dari Staatsspoor En Tramwegen di Hindia Belanda 1875-1925, dia pensiunan Inspektur Jenderal Perkeretaapian atau pimpinan perusahaan kereta api.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com