Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suka Makan Tempe, tetapi Tak Suka Tanam Kedelai

Kompas.com - 18/11/2011, 19:56 WIB

Oleh Masduki Attamami

Sebagian masyarakat Indonesia suka makan tempe, tetapi hampir sebagian besar petani di negeri ini tidak mau menanam kedelai. Alasan mereka, harga jual kedelai tidak pernah memberi keuntungan yang signifikan, bahkan terkadang harga di pasaran terpuruk.

Seperti dikatakan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heryawan, petani Indonesia masih enggan menanam kedelai karena harga jual di pasaran selalu lebih rendah dibanding komoditas lain.

"Harga kedelai yang tidak memberi keuntungan yang signifikan, menyebabkan petani malas menanam kedelai," katanya usai menghadiri sarasehan petani kedelai hitam yang diselenggarakan PT Unilever Indonesia Tbk di Yogyakarta, Rabu (16/11).

Menurut dia, petani Indonesia cenderung memilih menanam tanaman pertanian lainnya yang lebih menguntungkan, seperti beras dan tembakau.

Akibat keengganan petani menanam kedelai, menurut Rusman Heryawan produksi kedelai di dalam negeri selama ini belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat.

Ia menyebutkan kebutuhan kedelai di Indonesia per tahun rata-rata 2,4 juta ton. Sedangkan produksi kedelai di dalam negeri saat ini hanya sekitar 870.000 ton per tahun.

"Kebutuhan sebanyak itu untuk semua jenis kedelai, dan yang paling banyak adalah kedelai kuning, karena banyak digunakan masyarakat sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe," katanya.

Menurut dia, sebanyak 70 persen kedelai Indonesia berasal dari Amerika Serikat. Indonesia masih harus mengimpor, karena produksi kedelai di dalam negeri sangat rendah. "Bahkan, produksi kedelai dalam negeri masih jauh dari harapan swasembada," katanya.

Ia mengatakan swasembada kedelai sulit tercapai karena pemerintah selama ini terlalu banyak mengurusi target peningkatan produksi berbagai komoditas lainnya, seperti beras, dan daging. "Banyak benturan target peningkatan produksi berbagai komoditas, sehingga swasembada kedelai sulit tercapai," katanya.

Oleh karena itu, kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heryawan, perlu ada terobosan dari pemerintah bersama sejumlah pihak guna mencapai swasembada kedelai.

Menurut dia, salah satunya adalah melakukan ekstensifikasi lahan nonsawah untuk menggalakkan penanaman kedelai di kalangan petani. "Sebab, petani sulit menanam kedelai di sawah, karena harus berhadapan dengan kepentingan menanam padi yang lebih menguntungkan," katanya.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga bisa bekerja sama dengan pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun perguruan tinggi untuk mendorong petani mengembangkan tanaman kedelai, sekaligus meningkatkan produksi dan kualitas kedelai Indonesia.

Ia berharap apabila kemitraan antara PT Unilever Tbk dengan petani kedelai hitam sukses, maka bisa menjadi percontohan. "Intinya, petani kedelai ingin meningkatkan kesejahteraannya, dan untuk mencapai itu butuh jaminan pembelian hasil panen sesuai harapan. Juga ingin ada jaminan ketersediaan modal bagi petani kedelai," katanya.

Permainan harga

Kalangan petani kedelai di sejumlah daerah mengeluhkan adanya permainan harga di tingkat tengkulak, sehingga sulit menaikkan harga jual komoditas itu.

Anggota Koperasi Tani Nusantara Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Purwanto saat mengikuti sarasehan kedelai hitam yang digelar PT Unilever Indonesia Tbk di Yogyakarta, Rabu (16/11), mengatakan, petani selama ini sering dimanfaatkan para tengkulak saat menjual hasil panen kedelai hitamnya.

"Tidak adanya harga pembelian pemerintah (HPP) kedelai hitam menyebabkan petani dipermainkan para tengkulak. Kedelai yang kami jual di pasaran sering dihargai rendah. Para tengkulak biasanya menjual kedelai dengan harga yang lebih tinggi," katanya.

Sementara itu, petani dari Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sudarsih, mengatakan, sering kesulitan memasarkan kedelai dengan harga jual yang baik. "Para petani selama ini telah bermitra dengan BUMN, namun sering putus di tengah jalan," katanya.

Petani asal Kabupaten Trenggalek Umar mengatakan bahwa harga kedelai hitam yang dijual ke koperasi tani saat ini Rp6.500 hingga Rp7.000 per kilogram.

Namun, menurut dia, harga kedelai hitam bisa lebih rendah saat dijual ke pasar. "Tidak semua petani menjual ke koperasi, karena kebutuhan yang mendesak, sehingga beberapa petani menjual ke pasar dengan harga yang lebih rendah," katanya.

Ia mengatakan petani kedelai selama ini juga harus menanggung biaya operasional perawatan tanaman. "Misalnya satu atau sepertujuh hektare lahan setidaknya membutuhkan biaya pembelian benih dan pemupukan sebesar Rp150.000 setiap satu kali tanam," katanya.

Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heryawan mengatakan petani kedelai memang masih dipermainkan oleh tengkulak di pasaran. "Petani masih dalam posisi lemah, sehingga selalu rugi, karena harga jual tidak sesuai dengan biaya pengelolaan dan perawatan tanaman," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan survei Badan Pusat Statistik, petani kedelai untuk semua jenis, rata-rata mengalami kerugian Rp300.000 per hektare.

Menurut dia, Bulog semestinya turun tangan mengatasi persoalan itu, untuk membantu para petani kedelai. "Saya meminta Bulog tidak hanya ’duduk manis’, dan harus turun ke lapangan. Jangan sampai Bulog hanya menerima kedelai dari para tengkulak, tetapi sangat merugikan petani," katanya.

Rusman Heryawan mengatakan untuk mengawasi keberadaan para tengkulak, Bulog setidaknya bisa menggunakan mekanisme uji petik di lapangan.

"Intinya, petani kedelai jangan dibiarkan sendiri. Pendampingan kepada mereka semestinya tidak hanya dilakukan pada masa pratanam hingga pascapanen, tetapi juga sampai pemasaran hasil panen," katanya.

Komik budi daya kedelai

Dalam rangkaian kegiatannya ketika menggelar sarasehan kedelai hitam di Yogyakarta, Rabu (16/11), PT Unilever TBK bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) meluncurkan komik budi daya kedelai hitam, sebagai buku panduan bagi kalangan petani.

Patnership for Sustainable Agriculture PT Unilever Indonesia Tbk, Maya Tamimi di sela sarasehan itu mengatakan komik kedelai hitam merupakan buku panduan bagi petani. Buku ini berisi tentang cara menanam kedelai yang baik. "Komik tentang budi daya kedelai ini merupakan buku saku dengan menggunakan ilustrasi gambar dan bahasa yang sederhana, sehingga mudah dipahami petani," katanya.

Ia mengatakan melalui komik kedelai hitam, maka kalangan petani bisa mengenal bagaimana mempersiapkan benih sebelum ditanam, cara pemupukan yang baik, cara penanganan hama, perawatan tanaman kedelai, dan pemasaran kedelai hitam pascapanen.

"Kalangan petani bisa memanfaatkan komik kedelai hitam sebagai panduan serta bahan informasi tanpa menunggu penyuluh pertanian datang," katanya.

Menurut dia, PT Unilever Indonesia Tbk melibatkan sejumlah pakar pertanian dari UGM dan tim penebar swadaya dalam menulis komik kedelai hitam ini.

Ia mengatakan komik setebal 116 halaman tersebut akan dibagikan secara gratis kepada sekitar 7.000 petani di delapan kabupaten.

Ia mengatakan komik kedelai hitam itu akan dibagikan kepada petani di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo, Provinsi DIY, dan Kabupaten Nganjuk, Pacitan, Madiun, Ngawi, Trenggalek, dan Ponorogo, Jawa Timur. "Kami akan membagikan 200 komik kedelai hitam ini untuk petani di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo," katanya.

Menurut dia, petani di Indonesia yang menanam kedelai hitam saat ini sekitar 7.000 orang, mereka tersebar di Provinsi DIY, dan Jawa Timur.

Sementara itu, Corporate Secretary PT Unilever Indonesia Tbk, Sancoyo Antarikso mengatakan peluncuran komik kedelai hitam ini merupakan program pemberdayaan petani kedelai hitam, dengan tujuan meningkatkan pengetahuan mereka untuk meningkatkan produktivitas kedelai sesuai prinsip berkelanjutan.

"Kami berharap petani Indonesia terus menggali potensi untuk menjawab tantangan bidang pertanian di masa mendatang, sehingga menjadi petani yang mandiri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com