Jakarta, Kompas
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung K, Senin (14/11), minuman keras itu masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok pada 24 Oktober lalu. Minuman itu dimuat dalam tiga kontainer, dicampur makanan dan minuman ringan.
Dalam dokumen kepabeanannya, ketiga kontainer itu disebutkan berisi makanan dan minuman ringan. Namun, setelah melalui pemeriksaan sinar-X, ditemukan ribuan botol di dalamnya yang tak sesuai dengan pemberitahuan dalam dokumen.
”Isi kontainer tidak sesuai dengan yang diberitakan,” katanya.
Setelah dibongkar dan diperiksa, diketahui botol-botol itu adalah botol minuman keras khas Korea, yang biasa disebut soju. Semuanya bermerek Jinro, dengan kadar alkohol 19,5 persen per botolnya.
Menurut Agung, negara berpotensi dirugikan sampai Rp 2,5 miliar. Potensi kerugian itu dihitung berdasarkan bea masuk yang seharusnya terserap.
”Karena bea masuk yang besar itu, para importir memalsukan keterangan dokumen supaya beban bea masuknya bisa lebih kecil,” kata Agung.
Setelah dilakukan penyelidikan, Kepala Kantor Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok Iyan Rubiyanto mengatakan, ada tiga orang dari ketiga perusahaan pengimpor yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, sekarang ini hanya satu tersangka yang ditangkap, yakni LHT dari PT IP.
”Dua tersangka lainnya, salah satunya masih buron. Satu tersangka lagi sudah ditahan, tetapi itu karena dia tersangkut kasus penyelundupan tekstil,” katanya.
Ketiga tersangka melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yang telah diubah dengan UU No 17/2006, khususnya Pasal 103 Huruf a, yang mengatur bahwa semua pihak yang memberikan keterangan palsu dalam dokumen kepabeanan diancam hukuman pidana. Ancaman hukumannya mulai dari dua hingga delapan tahun penjara, dan denda paling sedikit Rp 100 juta hingga paling besar Rp 5 miliar.