JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana tak gentar menghadapi sejumlah pihak yang berniat menyomasi dirinya terkait kebijakan moratorium yang kemudian diganti menjadi pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat koruptor. Menurut Denny, kebijakan tersebut sudah tepat dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Kontrol yes, obral no. Siapa yang tidak setuju bisa mengambil langkah-langkah hukum, kami hormati. Kami yakin ini kebijakan tepat dalam pemberantasan korupsi," kata Denny dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk "Permisi, Ada Remisi" di Jakarta, Sabtu (5/11/2011).
Denny juga mengatakan, pihaknya tidak ingin terjebak dalam wilayah penggunaan istilah teknis "moratorium". Apa pun namanya, kebijakan itu tetap bertujuan mengontrol pemberian remisi dan pembebasan bersyarat.
Seperti diberitakan sebelumnya, istilah moratorium remisi dan pembebasan bersyarat yang dicetuskan Denny dan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menuai kecaman.
Sejumlah pihak menilai "moratorium" bertentangan dengan undang-undang. Mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra melayangkan somasi kepada Denny dan mengancam akan menggugat secara hukum jika somasinya tidak diindahkan.
Belakangan, Denny mengubah istilah moratorium itu menjadi "pengetatan". Menurut dia, kebijakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat itu bukan barang baru. Kebijakan itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 yang disusun saat Andi Matalatta menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM.
Menurut Denny, sudah sepatutnya terpidana korupsi diperlakukan berbeda, termasuk dalam memperoleh remisi dan pembebasan bersyarat.
"Bagi saya tidak hanya hukumannya nenek pencuri kakao harus lebih ringan daripada koruptor, tetapi syarat mendapat remisinya pun, antara nenek Minah dan koruptor yang rampok uang rakyat harus berbeda. Justru tidak adil jika pemberian remisi rampok sendal, curi ayam, sama dengan koruptor," ungkapnya.
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, berpendapat, kebijakan yang sudah baik tersebut seharusnya disampaikan kepada publik dengan cara yang tepat.
"Misalnya, dengan bikin event menyatakan ada kebijakan ini. Jangan dilempar begitu saja. Ini supaya tidak menjadi polemik," kata Emerson.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.