Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Otonomi Khusus Tak Jawab Persoalan

Kompas.com - 04/11/2011, 01:40 WIB

Jakarta, Kompas - Kendati otonomi khusus diberikan dan pemekaran wilayah diterapkan, kebijakan pemerintah dinilai setengah hati. Tiadanya upaya mempersiapkan orang Papua untuk menjadi tuan di rumahnya sendiri membuat kesejahteraan tidak terwujud kendati otonomi khusus diundangkan sejak tahun 2001.

”Selama ini, otonomi khusus tidak dijalankan sepenuh hati. Konsep otonomi khusus tidak jelas dan tidak ada badan yang berwenang mempercepat pembangunan, memperlancar komunikasi, dan memastikan dana publik digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” kata Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia Benny Susetyo Pr, Kamis (3/11), di Jakarta.

Sejak Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diterbitkan, kewenangan pemerintah daerah sangat luas, mulai dari kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan, moneter, fiskal, agama, hingga peradilan. Provinsi Papua juga dapat mengadakan kerja sama dengan lembaga atau badan di luar negeri.

Setelah otonomi khusus itu pula kini terdapat 29 kabupaten/kota di Provinsi Papua dan 11 kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat. Sebelumnya, menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, di Provinsi Irian Jaya hanya ada sembilan kabupaten/kota.

Sejak tahun 2002, dana otonomi khusus yang diberikan sudah berkisar Rp 30 triliun. Namun, tidak tampak peningkatan kesejahteraan signifikan pada masyarakat Papua.

UU No 21/2001 juga menyebutkan, pelaksanaan aturan ini semestinya dievaluasi setiap tahun dan pertama kali dilakukan pada akhir tahun ketiga setelah pemberlakuan undang-undang. Namun, belum pernah ada evaluasi. Baru pada tahun 2011 Kementerian Dalam Negeri mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus.

Untuk menjadikan orang Papua sebagai tuan di tanah airnya sendiri, lanjut Benny, diperlukan niat politik pemerintah untuk memberikan kepercayaan dan mempersiapkan orang Papua. Tanpa pendidikan dan keterampilan yang memadai, orang Papua akan selalu terpinggirkan.

Identik korupsi

Menurut pengamat politik J Kristiadi, masyarakat di Papua justru melihat otonomi khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat sama dengan korupsi karena mereka tak merasakan secara nyata manfaat otonomi khusus. ”Pada masa otonomi khusus terjadi korupsi yang luar biasa,” katanya.

Kristiadi mengatakan hal tersebut seusai berbicara dalam diskusi masalah Papua di kantor Kementerian Pertahanan. Diskusi tertutup itu mengundang tokoh Papua, Balthasar Kambuaya, yang juga Menteri Lingkungan Hidup dan Rektor Universitas Cenderawasih, Papua, sebagai pembicara. Pejabat yang juga hadir sebagai pembicara antara lain Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komisaris Jenderal Imam Sujarwo dan Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal Erfi Triasunu.

Menurut Kristiadi, menghapus anggapan otonomi khusus identik dengan korupsi harus menjadi prioritas tugas Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B). Caranya, UP4B segera menyempurnakan otonomi khusus dengan mendorong penerbitan peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan daerah khusus, sebagaimana diamanatkan UU No 21/2001. Peraturan daerah khusus harus dihasilkan oleh masyarakat Papua serta mengatur pengalokasian dana otonomi khusus dan pengawasan sosial, hukum, dan politik terhadap penggunaan dana otonomi khusus.

Menurut Kambuaya, otonomi khusus merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah Papua, terutama masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan. UU Otonomi Khusus adalah bukti komitmen kuat pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah Papua.

Persoalannya, kata Kambuaya, adalah konsistensi dalam mengimplementasikan otonomi khusus. ”Ada lebih dari 18 perangkat hukum yang harus segera dibuat pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Papua,” ujarnya.

Ia juga mengakui, salah satu hambatan dalam mewujudkan konsistensi pelaksanaan otonomi khusus ialah minimnya kapasitas dan kepemimpinan orang-orang yang duduk di pemerintahan daerah serta lembaga perwakilan di Papua/Papua Barat.

Pemerintah memang menyadari pelaksanaan otonomi khusus di Papua belum berhasil. Oleh karena itu, pemerintah akan mengintensifkan komunikasi konstruktif antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua, baik di Jakarta maupun di Papua. Seiring dengan itu, dilakukan evaluasi dan perbaikan pelaksanaan otonomi khusus secara menyeluruh.

”Yang menjadi fokus perhatian kita, kenapa otonomi khusus yang bertujuan baik, disepakati dengan baik, kemudian tidak mencapai hasilnya,” ujar Hotmangaradja Pandjaitan, Sekretaris Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, seusai bertemu dengan pimpinan Majelis Rakyat Papua di Jayapura, Papua, Kamis.

(ina/apa/iam/evy/ato/rwn/why)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com