Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tokoh Papua: Harapan Kami Ada di Presiden SBY

Kompas.com - 20/10/2011, 17:30 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Masalah kemiskinan, ketidakadilan, dan ketertinggalan yang dialami masyarakat Papua kini masih menjadi persoalan serius bagi pemerintah. Saat ini diperlukan format pembangunan yang tepat untuk menegakkan hak-hak dasar rakyat tanah Papua agar dapat hidup bersama, bertanah air satu di Indonesia.

Demikian diungkapkan Anggota Keluarga Pejuang Papua Indonesia Heemskercke Bonay saat melakukan konferensi pers di Warung Daun, Jakarta, Kamis (20/10/2011). Menurut Heemskercke, rakyat Papua kini mengharapkan langkah serius dari pemerintah dalam mengambil tindakan untuk mendorong perubahan bagi Papua.

"Kini, seluruh rakyat Papua menaruh harapan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendorong perubahan yang lebih baik bagi Papua di dalam kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini," ujar Heemskercke.

Dikatakan Heemskercke, masyarakat Papua kini sudah semakin menderita karena hak-hak asasinya sering dijadikan alat oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Ia mencontohkan, dalam peristiwa saat Kongres Rakyat Papua (KRP) III di Abepura, Papua, Rabu (20/10/2011) kemarin. Ia menilai kongres tersebut telah mengorbankan rakyat Papua.

"Sekarang sering rakyat Papua ini terprovokasi. Seharusnya jangan terprovokasi dengan hasutan yang menyesatkan rakyat. Jangan aspirasi merdeka mereka diproyekkan untuk mencari makan dan hidup," katanya.

Ia menuturkan, masyarakat Papua sejauh ini masih mendukung dan menghormati Presiden SBY dalam menata kembali pembangunan Papua dalam kerangka otonomi khusus. Menurutnya, otonomi khusus tersebut merupakan win-win solution untuk mengembalikan kesejahteraan rakyat Papua di dalam kesatuan Republik Indonesia.

"Dan, kepada pejabat gubernur dan bupati di daerah juga berhenti membohongi rakyat. Dana triliunan sudah dikucurkan untuk rakyat Papua. Jangan Patipa, Papua tipu Papua. Jangan juga terus salahkan pemerintahan Jakarta. Kita semua harus bersatu, membangun rakyat tanah Papua ini kembali ke Republik Indonesia tercinta," kata Heemskercke.

Peristiwa kekerasan antara masyarakat Papua dan aparat terkait proses disintegrasi kembali terjadi. Kali ini, peristiwa tersebut bermula ketika sekitar 4.000 orang mengikuti Kongres Rakyat Papua (KRP) III di Abepura, Rabu, yang bertujuan untuk melakukan pemilihan pemimpin.

Terpilih saat itu adalah Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut sebagai presiden dan Edison Waromi dari West Papua National Authority sebagai perdana menteri. Forkorus lalu mendeklarasikan hasil kongres, antara lain, pembentukan Negara Federasi Papua Barat dengan lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan Bintang Fajar sebagai bendera nasional.

Aparat keamanan yang mengetahui acara tersebut kemudian langsung membubarkan dan menangkapi peserta Kongres tersebut. Satu orang tewas akibat tindakan represif aparat keamanan dan 200 orang ditangkap pada peristiwa yang berlangsung Rabu kemarin. Pembubaran tersebut dilakukan karena sekitar 4.000 orang itu dinilai melakukan perbuatan makar. Sembilan orang tewas dalam peristiwa tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

    Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

    Nasional
    Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

    Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

    Nasional
    Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

    Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

    Nasional
    Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

    Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

    Nasional
    Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

    Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

    Nasional
    Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

    Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

    Nasional
    Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

    Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

    Nasional
    Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

    Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

    Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

    Nasional
    PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

    PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

    Nasional
    Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

    Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

    Nasional
    Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

    Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

    Nasional
    SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

    SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

    Nasional
    DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

    DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

    Nasional
    Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

    Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com