Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembali ke (Tugu) Proklamasi

Kompas.com - 19/10/2011, 02:26 WIB

Fajar Riza Ul Haq

Dalam momentum dua tahun pemerintahan SBY-Boediono, sejumlah tokoh lintas agama, yang awal Januari mencanangkan 2011 sebagai perlawanan terhadap kebohongan publik, kembali menyampaikan pernyataan terbuka di Tugu Proklamasi (18/10).

Kali ini dialamatkan langsung ke seluruh rakyat Indonesia, agen politik yang selama ini otonomi politiknya dilucuti oligarki parpol. Para tokoh agama sama sekali tak berselera untuk bercakap soal kegaduhan drama bongkar pasang kabinet. Mereka justru sangat gundah dengan kepemimpinan nasional itu sendiri.

Melalui proses perjalanan reflektif sejak November 2010, kini mereka sampai pada kesimpulan ”sulit sekali menemukan nilai-nilai unggul kepemimpinan yang akan secara nyata memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara”. Tokoh lintas agama harus menghadapi satu kenyataan: sudah tidak ada lagi kata-kata yang dapat disuarakan sebagai bentuk seruan moral.

Anatema gerakan

Sepanjang kami ikut memfasilitasi pertemuan para tokoh lintas agama bersama Konferensi Waligereja Indonesia dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia sejak 2006, topik korupsi, kemiskinan, kepemimpinan, dan pengingkaran janji kemerdekaan merupakan anatema dalam setiap percakapan. Gerbong gerakan moral ini sendiri sudah digulirkan paling tidak sejak 2000, kala itu dimotori Nurcholish Madjid (Paramadina), Ahmad Syafii Maarif (Ketua PP Muhammadiyah), KH Hasyim Muzadi (Ketua PBNU), Kardinal Julius Darmaatmaja SJ (Uskup Agung Jakarta), Franz Magnis-Suseno SJ, Bikkhu Pannyavaro, Djohan Effendi, dan lain-lain.

Tahun 2010, kinerja pemberantasan korupsi pada pemerintahan SBY mencapai level terburuk. Lembaga Survei Indonesia mencatat, tingkat kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah memberantas korupsi turun drastis dari 83,7 persen jadi 34 persen. Rakyat pun menilai praktik korupsi kian menggurita hingga mencapai 47,2 persen. Kriminalisasi pimpinan KPK, pemberian talangan Bank Century, dan mafia pajak Gayus Tambunan mewakili potret gelap wajah keadilan tahun pertama SBY-Boediono.

Realitas itu telah mendorong komunikasi intensif di antara tokoh-tokoh lintas agama. Refleksi Hari Pahlawan di Pesantren Tebuireng, Jombang, (13/11/2010) menjadi titik awal gerakan moral kolektif ini. Dalam peringatan Hari HAM Sedunia di KWI (8/12/2010), mereka terus menggulirkan kepedulian yang mendalam terhadap kian meningkatnya indeks korupsi dan lemahnya kepemimpinan bangsa dalam menyikapi arus hilir mudik kasus-kasus korupsi.

Realitas itu tak hanya menggerogoti sendi-sendi sistem politik demokrasi di tingkat nasional, tetapi juga merusak tatanan sosial-politik di daerah.

Pada medio Januari, pihak istana dikejutkan oleh pernyataan para tokoh lintas di PP Muhammadiyah. Pemerintah telah melakukan sejumlah pembohongan publik. Tak ada kesesuaian antara retorika dan fakta. Meski demikian, tokoh lintas agama masih punya harapan, nasib bangsa ini bisa lebih baik jika kepemimpinan hari ini berbesar hati membuka telinga dan bertindak dengan ketulusan hati. Menurut Azyumardi Azra, harapan itu hanya bisa diwujudkan lewat ketegasan, konsistensi, dan bertungkuslumusnya pemerintah menghapus apa yang disebut kebohongan publik (Kompas, 14/1/2011).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com