Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritual Dimodifikasi, tetapi Tetap Sesuai Pakem

Kompas.com - 17/10/2011, 03:01 WIB

Yogyakarta, Kompas - Rangkaian ritual pernikahan agung putri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara, dengan Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara dimulai, Minggu (16/10) pagi. Sebelum akad nikah pada Selasa (18/10), calon pengantin laki-laki menjalani ritual nyantri atau proses belajar adat istiadat keraton di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta. Seiring perkembangan zaman, ritual nyantri yang semula berlangsung 40 hari kini dipersingkat menjadi satu hari.

Sebelum menjalani ritual itu, calon menantu Sultan, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara, dijemput utusan keraton, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat dan KRT Yudahadiningrat di Dalem Mangkubumen menggunakan tiga kereta kencana, yaitu Kyai Kutho Kaharjo, Kyai Puspoko Manik, dan Kyai Kus Gading. Dari Mangkubumen, calon pengantin laki-laki naik kereta Kyai Puspoko Manik sambil diiringi dua kereta lain menuju Bangsal Kasatriyan.

Menurut KRT Jatiningrat, Minggu (16/10) di Bangsal Kesatriyan, prosesi penjemputan calon pengantin laki-laki sudah lama tak dijalankan sejak periode Sultan HB IX hingga Sultan HB X. Kini, ritual ini dilakukan lagi dan didokumentasikan.

Di Regol Magangan, calon pengantin laki-laki disambut calon mertua, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas. Prosesi ini disaksikan kerumunan masyarakat beserta media yang sangat antusias menyaksikan sekaligus mengabadikan momen ini.

Kerabat keraton, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, menjelaskan, dahulu proses nyantri berlangsung 40 hari. Kini proses nyantri dipersingkat menjadi satu hari. ”Ada sedikit modifikasi dalam ritual nyantri, tetapi pakem (aturan baku) tetap dijalankan. Penyingkatan waktu nyantri sejak zaman Sultan HB VII,” tuturnya.

Penyesuaian ritual juga dilakukan pada upacara kirab pengantin dari Keraton Yogyakarta ke Kepatihan. Dahulu, kedua pengantin diarak menggunakan tandu yang diangkat 30 orang. Namun, sekarang, kedua pengantin diarak memakai kereta Kyai Jong Wiyat.

”Ide awal, pernikahan kali ini mau mengembalikan tradisi pernikahan seperti zaman keraton kuno. Namun, Sultan tidak berkenan, beliau menganggap kirab pengantin menggunakan tandu yang diangkat orang banyak kurang manusiawi. Apalagi, tandu yang ada saat ini rusak tertimpa atap Bangsal Trajumas saat gempa bumi 2006,” paparnya. (ABK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com