Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Perdamaian di Ambon

Kompas.com - 19/09/2011, 02:02 WIB

Kabar beredar yang menyebutkan sang tukang ojek korban pembunuhan begitu cepat menyulut emosi dan berbuah konflik fisik. Padahal, kematian tukang ojek tersebut karena kecelakaan.

Ingatan kolektif terhadap kerusuhan Ambon sepanjang 1999-2001 sedikit banyak turut memicu ketegangan sekaligus kekhawatiran publik melihat kasus bentrokan tersebut. Setidaknya hal ini terekam dalam jajak pendapat yang menyebutkan, separuh lebih responden memercayai bentrokan itu tidak bisa lepas dari kisah kerusuhan Ambon sepuluh tahun silam.

Sebenarnya, bagi masyarakat Maluku, pluralitas sudah menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Konflik-konflik sosial bernuansa primordialitas kerap diyakini sebagai provokasi pihak luar. Keyakinan ini diungkapkan responden jajak pendapat Kompas di Ambon.

Sebanyak 26,8 persen responden menyatakan, kerusuhan yang terjadi pekan lalu merupakan hasil provokasi dari pihak luar ketimbang peristiwa kematian tukang ojek. Benih-benih konflik yang dilatari oleh perbedaan agama dimanfaatkan untuk membangkitkan kemarahan kelompok yang menjadi korban. Pernyataan ini diperkuat dengan keyakinan mereka bahwa ada pihak-pihak tertentu yang memang sengaja memelihara benih-benih konflik yang diwarisi sejak tahun 1999.

Dibantah

Dugaan bahwa konflik sosial dipicu oleh masalah-masalah internal masyarakat Maluku dibantah oleh sebagian besar responden. Sikap saling mencurigai antarkelompok sudah tidak dirasakan lagi oleh 39,5 persen responden pascakonflik tahun 1999-2001. Sementara yang masih merasakan sedikit adanya sikap saling curiga tersebut sekitar 23,4

persen responden. Kondisi ini didukung dengan pernyataan responden yang menggambarkan tingginya kerukunan beragama, baik di antara para pemuka/tokoh agama maupun para pemeluknya.

Keinginan masyarakat Ambon untuk mempertahankan kohesivitas mereka tetap tinggi. Karena itulah hampir semua responden yakin bahwa perbedaan akan tetap hidup di Ambon, dan masyarakatnya akan hidup damai dan saling menghormati perbedaan di antara mereka.

(STN/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com