Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Infrastruktur Belum Beres

Kompas.com - 13/09/2011, 05:28 WIB

Mojokerto, Kompas - Faktor kelalaian manusia (human error), faktor kendaraan, dan kegagalan pemerintah menyediakan infrastruktur jalan yang standar secara akumulatif jadi pemicu tragedi tabrakan bus Sumber Kencono dengan minibus travel Elf Nusantara Jaya di Jalan Bypass Mojokerto, Jawa Timur, Senin (12/9) dini hari.

Hingga semalam, tabrakan antara bus bernomor polisi W 7181 UY dan minibus AG 7103 ML itu mengakibatkan 20 orang kehilangan nyawa, termasuk sopir kedua kendaraan, dan sejumlah penumpang luka berat. Sebanyak 18 orang langsung tewas di tempat kejadian perkara (TKP) dan 2 orang meninggal di rumah sakit.

Di Jakarta, Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Sudirman Lambali, Senin, mengancam akan mencabut izin trayek bus Sumber Kencono jika sopir bus tersebut terbukti bersalah. Wewenang pencabutan izin trayek ada pada pemerintah pusat karena trayek bus itu adalah trayek antarkota antarprovinsi. ”Bila ditemukan penyebab kecelakaan adalah kesalahan dari bus itu, izin trayeknya dapat dicabut,” kata Sudirman tentang bus naas yang melayani rute Surabaya-Yogyakarta tersebut.

Minibus hancur lebur dan terpental hingga 12 meter, sedangkan bus rusak parah di bagian depan. Korban terakhir yang meninggal, Senin malam, di RS dr Wahidin Sudiro Husodo, Mojokerto, adalah Joko Nugroho, warga Desa Macanan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.

Faktor minibus

Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jatim Komisaris Besar Sam Budigusdian di Surabaya, Senin, menyimpulkan, berdasarkan hasil olah TKP dan pemeriksaan saksi-saksi, penyebab kecelakaan itu adalah sopir minibus, Didik Prayoga.

Ia menjelaskan, minibus tersebut melaju dari arah Jombang ke Surabaya dengan kecepatan tinggi, tetapi ketika sampai di TKP (Kilometer 51 sebelah barat Surabaya) persis di tikungan jalan tidak ditemukan adanya bekas pengereman sama sekali. Artinya, pengemudi minibus tidak berupaya mengurangi kecepatan saat jalan menikung dan lebih memilih mengambil haluan ke kanan atau masuk ke jalur arah yang berlawanan.

Sementara dari arah berlawanan melaju bus Sumber Kencono yang dikemudikan Mujito (46). Akibatnya, tabrakan tak bisa dihindarkan karena jarak yang sudah sangat dekat.

Selain itu, minibus itu semestinya berkapasitas 16 orang sesuai dengan buku KIR, tetapi dimuati 21 orang, yakni 20 penumpang dan 1 pengemudi, sehingga melanggar kelebihan muatan. Kelebihan muatan itu juga berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan.

Pandangan yang berbeda

Berbeda dengan kesimpulan Sam Budigusdian, di kalangan masyarakat berkembang pandangan yang berbeda. Menurut masyarakat, saat terjadi kecelakaan, lampu depan bus Sumber Kencono tidak menyala. Dan, bus melaju dengan kecepatan tinggi. Bahkan, seorang petugas polisi di lokasi kejadian mengatakan, terseretnya minibus sampai sekitar 12 meter menunjukkan bahwa laju bus itu sangat tinggi.

Namun, pihak PO Sumber Kencono membantah lampu depan busnya mati. Pegawai Bagian Personalia PO Sumber Kencono, Tukiman, didampingi pegawai bagian psikologi, Auksilya, mengatakan, mustahil lampu bus mati. Sebab, kalau ada kekurangan sedikit saja, sopir bus pasti menolak berangkat. ”Jangankan lampu depan, lampu sign mati satu saja, sopir pasti tidak mau berangkat. Sebelum beroperasi, kami melakukan cek kendaraan,” kata Tukiman.

Auksilya membantah kemungkinan Mujito mengantuk atau kelelahan. Itu karena Mujito baru saja libur empat hari dan baru dua kali mengoperasikan bus setelah libur. Bus baru berjalan kurang dari satu jam dari Terminal Purabaya, Surabaya. Dengan demikian, mustahil Mujito mengantuk atau kelelahan.

Adapun tentang dugaan kecepatan bus yang tinggi, Tukiman tidak bisa membantah karena bus tanpa AC itu tidak masuk jaringan GPS, yaitu jaringan yang dapat memantau keberadaan dan kecepatan bus.

”Repotnya, kami telanjur mendapat stigma negatif. Dengan demikian, kami cenderung disalahkan. Padahal, kami sudah berusaha melakukan perbaikan terus-menerus. Dan, dalam kecelakaan ini, belum tentu kami yang bersalah” ujar Auksilya.

Infrastruktur buruk

Kepala Kepolisian Resor Mojokerto Ajun Komisaris Besar Prasetijo Utomo mengungkapkan, kondisi jalanan tempat tabrakan terjadi menikung, ditambah dengan infrastruktur penerangan lampu dan marka jalan yang juga buruk. Kondisi ini menjadi faktor pemicu tabrakan tersebut.

”Kemiringan jalan dan tikungan serta tiadanya lampu penerangan jalan dan marka jalan boleh jadi menjadi penyebab kecelakaan, selain kondisi lampu bus Sumber Kencono yang tidak menyala,” katanya.

Menurut catatan Kompas, jalan bypass itu sebenarnya jalan provinsi. Semula jalan itu berfungsi layaknya jalan tol yang jika kendaraan lewat dipungut retribusi. Adapun jalan negara harus melewati tengah Kota Mojokerto sehingga kerap kali padat arus lalu lintas.

Seiring perkembangan zaman, jalan bypass itu seperti pengganti jalan negara setelah aturan retribusi dicabut sekitar 12 tahun lalu. Hampir semua kendaraan memenuhi jalur tersebut karena jalan negara seperti berubah jadi jalan kota. Kondisi itu dibiarkan sejak 12 tahun lalu sehingga jalan bypass sarat beban.

Badan jalan tersebut bergelombang, miring, dan sempit. Lampu penerangan jalan sangat kurang sekalipun masyarakat dipungut retribusi penerangan jalan setiap kali membayar listrik ke PLN. Padahal saat dini hari sampai pagi, jalan bypass sering diselimuti kabut dan asap pembakaran batu bata oleh masyarakat sekitar. Polres Mojokerto juga menempatkan jalan bypass sebagai daerah sangat rawan kecelakaan.

Seruan masyarakat

Seruan penjatuhan sanksi kepada PO Sumber Kencono memang santer disampaikan kalangan DPR, DPRD Jatim, dan masyarakat.

Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengemukakan, kalau memang Sumber Kencono salah, izin trayeknya perlu dicabut.

Pernyataan Saifullah Yusuf ini sebenarnya mengulangi pernyataan Gubernur Jatim Soekarwo sesaat setelah bus Sumber Kencono terlibat dalam kecelakaan dengan truk yang membawa buruh tebu di Saradan, Mei 2011.

Namun, pihak Polda Jatim mementahkan usulan sanksi tersebut dengan alasan tidak mudah mencabut izin trayek bus itu. Yang pasti hingga kecelakaan terulang, Senin itu, tidak pernah ada sanksi untuk PO Sumber Kencono.

Pihak bus Sumber Kencono keberatan jika izin trayeknya dicabut karena belum tentu pihaknya yang bersalah. Apalagi perusahaan ini memiliki awak bus sekitar 1.000 orang, yang mengoperasikan 230 bus, serta sekitar 100 tenaga mekanik dan tenaga administrasi.

”Mohon ini menjadi pertimbangan kalau mencabut izin trayek kami,” kata Tukiman.

Pihaknya juga terus memperbaiki citra Sumber Kencono, seperti memantau bus dengan perangkat GPS, pemberian sanksi kepada sopir yang melanggar batas kecepatan, dan membuka pengaduan masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS).

”Kami juga tidak menggunakan sistem setoran. Jadi, tidak beralasan jika disebut sopir kami mengebut karena mengejar setoran. Kami menggunakan sistem premi, di mana bagi hasil untuk sopir 10 persen, kondektur 5,5 persen, dan kenek 4 persen,” lanjut Tukiman.

(TIF/ARA/RYO/ANO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com