Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah 20 Kali Lebaran Tak Pulang

Kompas.com - 03/09/2011, 01:51 WIB

Puluhan pemudik dan anak buah kapal shalat Idul Fitri di kafetaria kapal feri Musthika Kencana, Rabu (30/8). Mereka shalat saat kapal roll off roll on itu mengapung di tengah samudra, dalam perjalanan dari Bakauheni menuju Merak.

Itu semua bukan persoalan. Para pemudik dan ABK tetap melaksanakan shalat dengan hikmat. Seusai shalat, mereka makan bersama tanda syukur. Mereka gembira meski tak bisa berkumpul bersama keluarga.

Eka (30), kelasi di kapal tersebut, menuturkan, sudah empat kali ini ia ber-Shalat Id di atas kapal di tengah samudra. Empat kali pula berlebaran tanpa ditemani istri dan ketiga anaknya di Cirebon. ”Saya sudah menelepon mereka. Mendengar suara istri dan anak- anak, tenang rasanya,” katanya.

Hal senada dituturkan Ilham, mualim kapal asal Banyuwangi. Ia sudah enam tahun tidak berlebaran bersama keluarga. Perusahaan menerapkan kebijakan tiga minggu kerja seminggu libur. Saat Lebaran, justru dia harus bekerja. ”Awalnya berat, tetapi akhirnya terbiasa. Mau ajak keluarga ke Merak juga berat, sebab Merak-Bakauheni itu jalur penyeberangan terpadat,” ujarnya.

Apa yang dialami Ilham dan Eka juga menimpa masinis Kereta Api Gaya Baru Malam, Faisal (36). Ia terpaksa berlebaran di kabin lokomotif kereta.

”Sudah lima kali takbiran saya berada di dalam kereta,” kata pegawai PT Kereta Api Indonesia asal Purwokerto itu saat ditemui di Dipo Lokomotif Jatinegara, Jakarta Timur, kemarin.

Awal bertugas, Faisal selalu membawa foto putri pertamanya yang waktu itu berusia lima tahun. ”Menangis saya saat takbir berkumandang dan saya sendirian di kabin lokomotif bersama foto putri saya,” ujarnya.

Apa mau dikata, tugas mengalahkan kepentingan pribadi. Menurut Supartono (42), masinis lain, tiga atau empat hari menjelang Lebaran merupakan saat sibuk mengurusi arus mudik. Setelah itu, mereka harus bersiap dengan arus balik yang juga berlangsung selama seminggu.

Namun, di balik segala kegalauan mereka, terselip rasa bangga saat mengamati senyum penumpang di stasiun tujuan. Bagi Faisal, Supartono, dan masinis lain, menjadi pelayan umum seperti mereka adalah pengabdian. Meski pendapatannya tak sebesar pejabat BUMN, mereka tetap bersemangat.

Direktur Utama PT KAI Ignasius Jonan berujar, para masinis ini harus diapresiasi dengan pemberian bonus. ”Bahkan, ada yang sepuluh tahun lebih tidak bisa berlebaran,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com