”Kami menduga ada mark-up proyek senilai Rp 1,4 triliun. Sebab, proyek senilai Rp 5,84 triliun tersebut hanya bernilai riil Rp 4,4 triliun,” ujar kuasa hukum Konsorsium Solusi, Handika Honggowongso. Tiga perusahaan anggota konsorsium ini adalah PT Lintas Lestari, Perum Peruri, dan PT Integrasi.
Hal serupa dikatakan Ketua Tim Teknis Konsorsium PT Telkom Noerman Taufik. ”Dalam perhitungan kami, angka riilnya Rp 1,1 triliun atau 20 persen lebih rendah dari nilai pagu yang Rp 5,8 triliun, seperti kami sampaikan dalam penawaran tender sebelumnya,” ucap Noerman.
Dalam pengaduan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha, kata Honggowongso, pihaknya menyampaikan sejumlah alat bukti, antara lain salinan kontrak pekerjaan penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP elektronik) tahun 2011-2012 (paket P.1) antara Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, serta Konsorsium PNRI Nomor 027/886/IK.
Saat ini, polisi tengah menyelidiki kasus dugaan penyimpangan pengadaan perangkat e-KTP. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnizar Moenek mengatakan, Kemdagri tetap menghormati hukum. Kendati demikian, termonitor pula pihak-pihak yang tidak menginginkan proyek e-KTP berjalan lancar.
Reydonnizar meyakini semua perangkat pengadaan e-KTP sudah tiba secara lengkap di 267 kelurahan di DKI Jakarta. Namun, uji coba aplikasi baru dilakukan di Kelurahan Menteng, Rawa Badak Selatan, Cikoko, Tomang, dan Mampang Prapatan.
Sesuai pantauan Kompas di Kelurahan Grogol Utara, baru terlihat satu set perangkat e-KTP dari rencana dua set peralatan.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta Purba Hutapea mengatakan, sesuai rapat terakhir dengan Kemdagri, alat akan tersedia pada 19 Agustus 2011.