Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Operasi Militer Tak Selesaikan Konflik Papua

Kompas.com - 10/08/2011, 08:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan dan pola pendekatan yang digunakan untuk mengatasi persoalan Papua di era reformasi belum mengalami perubahan sejak daerah tersebut dinyatakan berintegrasi dengan Indonesia.

Pendekatan yang digunakan didominasi pendekatan keamanan dengan kebijakan menumpas apa yang disebut gerakan separatis, walaupun di era reformasi sudah menggunakan jalan politik.

Demikian diungkapkan Direktur Program Imparsial Al-Araf dalam acara peluncuran penelitian dan diskusi publik bertajuk "Sekuritisasi Papua: Implikasi Pendekatan Keamanan terhadap Penegakan HAM di Papua" di hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (9/8/2011).

Menurutnya, pernyataan yang menyebutkan masalah Papua adalah masalah internal bangsa Indonesia yang dapat diselesaikan melalui proses demokrasi tidak terwujud pada tataran pelaksanaan.

"Hal ini dapat dilihat dari keengganan melakukan dialog dan malah terus mengedepankan pendekatan keamanan dengan pelibatan militer melalui operasi militer (sekutirisasi) dalam penyelesaian konflik di Papua," ujar Al Araf.

Sekuritisasi Papua, kata Al Araf, dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, masih digunakannya pendekatan serta kebijakan keamanan dengan melibatkan militer dalam penyelesaian konflik oleh pemerintah pusat.

Kedua, masih berjalannya operasi militer di Papua yang tidak jarang berakibat pada terjadinya pelanggaran HAM seperti dalam kasus Puncak Jaya.

Ketiga, ia melanjutkan, dalam operasi militer di Papua masih sering diteruskannya pasukan non-organik. Keempat, adanya penumpukan dan penyimpangan anggaran untuk TNI terkait dengan operasi yang dilakukan TNI yang berasal dari APBN, APBD, dan perusahaan swasta seperti PT Freeport Indonesia.

"Kebijakan dan pola pendekatan keamanan tersebut berhubungan dengan proses reformasi keamanan dan reformasi TNI yang belum tuntas, serta rendahnya profesionalisme aparat TNI melahirkan peristiwa-peristiwa kekerasan yang merupakan pelanggaran HAM," jelasnya.

Kondisi tersebut, menurut Al Araf, disebabkan juga oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Namun, dia menilai, faktor utamanya adalah konflik yang tidak kunjung diselesaikan secara serius oleh pemerintah.

"Jadi, jika ini tidak diselesaikan, konflik akan semakin berkembang dan semakin komplek dengan politik dan kebijakan keamanan yang akan menambahkan semakin sekam konflik di tanah Papua," kata dia.

Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM di Papua, dengan cara melakukan percepatan reformasi tingkat keamanan, terutama reformasi TNI.

Selain itu, pemerintah juga harus melakukan desekuritisasi dan pengurangan aparat militer di Papua. "Dalam langkah itu, pemerintah harus mengedepankan pendekatan penegakan hukum dengan menempatkan polisi sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dengan tetap menghormati nilai HAM, karena sekuritisasi tidak akan menyelesaikan konflik di tanah Papua," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

    Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

    Nasional
    Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

    Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

    Nasional
    Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

    Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

    Nasional
    Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

    Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

    Nasional
    Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

    Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

    Nasional
    Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

    Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

    Nasional
    Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

    Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

    Nasional
    Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

    Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

    Nasional
    KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

    KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

    Nasional
    195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

    195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

    Nasional
    Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

    Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

    Nasional
    Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

    Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

    Nasional
    Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

    Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

    Nasional
    Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

    Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

    Nasional
    Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

    Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com