Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendekar Sumpit Masa Kini

Kompas.com - 09/07/2011, 02:12 WIB

Zaman berubah. Sumpit tak lagi digunakan untuk melawan penjajah. Terus berkurangnya luas hutan di Kalimantan serta penggunaan senapan angin telah menggeser fungsi sumpit untuk berburu. Jadilah pendekar sumpit masa kini lebih banyak berkiprah dalam berbagai lomba dan meneruskan tradisi.

Bambang yang sehari-hari bekerja sebagai Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial dan Pelayanan Masyarakat Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau, Palangkaraya, masih setia menggunakan sumpit warisan sang kakek yang warnanya sudah hitam legam. Berbeda dengan sumpit baru yang berwarna coklat.

Meski begitu, ia tetap mengandalkan sumpit itu dalam setiap lomba. Keakuratannya membidik pun tak berubah meski dia berinovasi dengan membuat anak sumpit dari fiber.

”Anak sumpit dari fiber saya pakai pertama kali dalam lomba tahun 2007. Hasilnya, jumlah nilai tim saya dengan juara kedua relatif jauh,” katanya.

Kendati juara pertama, justru protes yang diterima tim Bambang. Hampir semua peserta protes sehingga tim Bambang nyaris didiskualifikasi. Akhirnya, dewan juri memutuskan, tim Bambang tetap juara pertama. Namun, penggunaan anak sumpit dari fiber tak lagi diperbolehkan.

Padahal, Bambang sudah bersusah payah menghasilkan anak sumpit dari fiber. Ia rela tangannya gatal-gatal saat meraut batang fiber. ”Saat fiber diraut, ada cairan yang keluar. Kalau kena tangan, gatalnya bisa sampai seminggu,” ceritanya.

Ia bertekad membuktikan bahwa bukan anak sumpit fiber semata yang dia andalkan untuk membidik tepat sasaran. ”Untuk lomba tahun 2012 nanti, silakan penyumpit menggunakan fiber, saya memakai anak sumpit dari kayu. Saya optimis bisa unggul,” katanya.

Kepiawaian Bambang menyumpit membuat dia diminta melatih anggota Kostrad pada 2001. Bersama enam rekannya dari Kalteng, Bambang diminta melatih sekitar 200 prajurit. Selama 40 hari, mereka membagikan ilmu menyumpit itu di Gunung Sanggabuana, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Di sisi lain, minat anak muda di Kalteng untuk menyumpit makin turun. Ini bisa dilihat, antara lain, dari penggunaan senapan untuk berburu dan peserta lomba yang umumnya berusia lebih dari 35 tahun.

Meski begitu, ia tetap meneguhkan hati menjaga agar kepandaian menyumpit tak punah. Ia antara lain mengajak anak muda di sekitar rumahnya untuk ikut latihan menyumpit yang diadakan setiap hari di samping rumahnya meski yang berminat hanya dua-tiga orang.

”Seperti dipesankan orangtua, saya akan terus melanjutkan tradisi menyumpit sampai akhir hayat nanti,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com