Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Binatang Langka Mulai Ditangkar

Kompas.com - 05/05/2011, 17:22 WIB

TABANAN, KOMPAS.com — I Ketut Karnita (63), penduduk Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Bali, berhasil menangkarkan beberapa jenis hewan yang mulai langka, antara lain lutung atau kera berbulu hitam.

Selain lutung, pria yang pernah meraih penghargaan dari Presiden selaku perintis lingkungan tingkat nasional itu juga menangkarkan kijang, rusa, dan ular piton, demikian Antara melaporkan dari Tabanan, Kamis (5/5/2011).

Ditemui di lokasi penangkaran di belahan Dusun Bangsing, Desa Batungsel, sekitar 60 kilometer barat laut Kota Denpasar, Karnita mengatakan bahwa upaya penangkaran terhadap sejumlah hewan yang mulai langka itu dilakukan sejak 1991.

Karnita mengaku mulai tertarik melestarikan binatang setelah melihat seekor kijang memangsa ular piton di hutan lebat di Gunung Batukaru, Tabanan.

"Saat itu, secara tak sengaja saya melihat ada seekor ular piton memangsa kijang yang tengah bunting di bagian kaki Gunung Batukaru," ujarnya mengenang.

Menyaksikan kejadian tersebut, Karnita mengaku mulai berpikir dengan nasib hewan kijang dan sejenisnya pada masa mendatang, yakni lambat laut akan punah.

"Kalau saja ular piton memangsa kijang atau rusa sekali dalam tiga bulan, tentu hewan tersebut akan punah. Masalahnya, kijang hanya beranak satu ekor dalam setahun," ucapnya.

Mengingat itu, tidak mustahil dalam beberapa tahun mendatang binatang-binatang itu akan punah, terlebih di beberapa tempat di Gunung Batukaru cukup dikenal sebagai habitat ular piton.

Setelah pikirannya sempat bergolak, Karnita akhirnya memutuskan untuk menangkap ular piton tersebut dan membawanya pulang. "Akhirnya saya bawa pulang ular piton itu. Namun, sayang, setelah dirawat tiga bulan, ular itu mati," ujarnya.

Sejak peristiwa pada awal tahun 1991 itulah, Karnita mengaku mulai tertarik untuk memelihara dan menangkarkan kijang dan rusa. "Awalnya, saya hanya memelihara satu pejantan dan dua kijang betina. Ada pula sepasang rusa. Sambil memelihara satwa-satwa itu, saya berusaha mengurus izin penangkaran melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Direktorat Jenderal Kehutanan dan Perkebunan," katanya.

Karnita tercatat berhasil mengantongi izin penangkaran pada 1993. Dengan izin tersebut, Karnita setiap bulan harus memberikan laporan tentang perkembangan yang terjadi kepada BKSDA.

Selanjutnya, Karnita tidak hanya menangkarkan hewan-hewan hasil tangkapannya, tetapi juga memelihara hewan langka lain yang sengaja dititipkan pihak BKSDA Bali.

"Hewan-hewan itu di sini saya tangkarkan secara alamiah. Pakannya diambil dari berbagai jenis tumbuhan dan buah-buahan yang sengaja saya tanam di kebun," ujarnya.

Untuk membantu biaya pemeliharaan, saya juga bekerja sebagai tukang derek mobil," ujarnya.

Ia mengungkapkan, di taman penangkaran miliknya saat ini telah terdapat 12 rusa, 7 kijang, 4 ular piton, dan 10 lutung. "Saya tidak boleh menjual hewan-hewan yang ditangkarkan itu. Tujuan saya murni untuk melindungi mereka dari kepunahan. Jika suatu saat nanti saya sudah tak mampu lagi menanggung dan memeliharanya, mereka mungkin akan saya lepas dan saya kembalikan ke alam bebas," kata suami dari Ni Wayan Pastini itu.

Dia mengatakan, andai saja tidak ada permintaan untuk hewan caru (kurban suci) yang biasa digunakan untuk keperluan ritual umat Hindu, tentu hewan yang ditangkarkan sudah melebihi jumlah yang ada sekarang.

"Mereka yang mengambil hewan ke sini terlebih dahulu harus mengantongi izin dari badan yang berwenang. Yang datang pun tak hanya dari Bali, tak sedikit pula masyarakat dari provinsi lain di Indonesia," katanya.

Karnita menuturkan, karena banyaknya kebutuhan hewan untuk upacara, BKSDA memberi syarat bahwa rusa dan kijang yang boleh diambil hanya hewan-hewan yang sudah "F3". Artinya, hewan generasi ketiga yang terlahir dari seekor indukan rusa dan kijang.

"Satu induk kijang kemampuan melahirkannya hanya sampai 10 ekor. Karenanya, tidak boleh sembarang memberikan kijang agar keberadaannya tak punah," ujarnya.

Atas pengabdiannya yang tanpa pamrih, ayah empat anak ini mendapat penghargaan Pencinta Lingkungan Tingkat Kabupaten Tabanan (1998), Pencinta Puspa Tingkat Bali (1999), dan Perintis Lingkungan Nasional (2000) yang diberikan oleh Presiden Abdurrachman Wahid.

Bagi masyarakat yang ingin melihat taman penangkaran Karnita, lokasinya sekitar 60 km dari Kota Denpasar. Untuk menuju desa itu, dari jalan raya Denpasar-Gilimanuk di belahan Tabanan, pengunjung dapat menempuh jalan ke arah utara yang berkelok-kelok dengan pemandangan persawahan dan tanaman yang menghijau di sisi kanan-kirinya.

Berkunjung ke "kebun binatang" milik Karnita juga tak perlu sampai merogoh kocek. Siapa pun yang datang bebas menikmati keberadaan hewan-hewan yang ada tanpa dipungut bayaran, sembari menyaksikan asrinya kebun bunga dan buah-buahan milik Karnita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com