Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Akibat Ulah Manusia dan Iklim

Kompas.com - 04/05/2011, 18:22 WIB

Sutopo mengatakan, beberapa penelitian skala kecil telah banyak dilakukan di daerah-daerah tropis di belahan bumi bagian selatan, seperti di Indonesia. Perubahan iklim global telah membawa perubahan pola musim lokal.

Secara rata-rata jumlah hujan pada musim hujan (Oktober hingga Maret untuk wilayah Jawa) adalah 80 persen dari jumlah hujan tahunan. Perubahan pola musim terjadi dengan pertambahan lama musim kering dan peningkatan rasio jumlah hujan pada musim hujan terhadap musim kering yang meningkat di atas 80 persen. Hal ini semakin diperparah dengan terjadi penurunan akumulasi total hujan tahunan secara persisten hampir di seluruh wilayah Indonesia dalam lima dekade terakhir sehingga potensi air tercurah berkurang.

Selain itu, suhu bumi meningkat 0,7 celsius dalam 100 tahun. ”Secara teori, peningkatan suhu ini meningkatkan penguapan. Kadar air di udara meningkat. Stabilitas udara terganggu sehingga lebih tidak stabil. Akibatnya, gejala-gejala cuaca lebih dinamis. Kondisi ekstrem pun bisa lebih sering terjadi,” kata Hidayat Pawitan, pakar perubahan iklim dari Institut Pertanian Bogor.

Alam dan manusia

Menurut Hidayat, kesalahan pengelolaan lingkungan juga berpengaruh besar terhadap meningkatnya intensitas bencana di Indonesia. Karena itu, dia mengingatkan, agar perubahan iklim tidak menjadi kambing hitam atas segenap bencana yang terjadi.

Perubahan iklim terjadi sangat lama dan dampaknya juga masih diperdebatkan. Namun, kesalahan pengelolaan manusia bisa berlangsung dengan cepat.

Sutopo mengatakan, meningkatnya bencana hidrometeorologi di Indonesia karena kombinasi antara perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Bahkan, penelitian dia di Jawa menemukan, faktor degradasi lingkungan lebih dominan menjadi penyebab banjir dibandingkan perubahan iklim.

Menurut Sutopo, laju kerusakan hutan di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan kemampuan pemerintah dalam merehabilitasi lahan. Misalnya, selama 2003-2006, laju kerusakan hutan 1,17 juta hektar per tahun, sedangkan kemampuan pemerintah dalam merehabilitasi hutan dan lahan setiap tahun hanya sekitar 450.000 hektar. Artinya, terjadi defisit lebih dari 550.000 hektar per tahun. Terlebih lagi keberhasilan penanaman pohon dalam rehabilitasi hutan dan lahan tidak mencapai 100 persen sehingga degradasinya akan lebih besar.

Dengan laju kerusakan lingkungan yang terus meningkat, Sutopo memperkirakan, bencana hidrometeorologi di Indonesia akan terus meningkat.

Berdampak luas

Sutopo mengingatkan, bencana hidrometeorologi tak hanya menyebabkan korban tewas, tetapi juga mengancam hidup manusia dalam bentuk kegagalan panen.

Penelitian ahli meteorologi dari IPB, Rizaldi Boer, menyebutkan, perubahan iklim ekstrem menyebabkan hilangnya produksi padi di Indonesia pada periode 1981-1990 sekitar 100.000 ton per tahun per kabupaten. Pada kurun 1991-2000 gagal panen meningkat menjadi 300.000 ton. Diramalkan pada tahun 2050 terjadi defisit gabah kering sebesar 60 juta ton di Indonesia.

"Jika bencana ini tak diantisipasi secara menyeluruh, bukan hanya bencana alam yang terjadi, tetapi juga bencana sosial. Harus ada perubahan fundamental dalam pengelolaan lingkungan," kata Sutopo.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com