Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babel Ingin Bagi Hasil 10 Persen

Kompas.com - 04/05/2011, 03:22 WIB

Pangkal Pinang, Kompas - Gubernur Bangka Belitung Eko Maulana Ali menyatakan telah meminta kenaikan bagi hasil (royalti) pertambangan timah dari 3 persen menjadi 10 persen. Akan tetapi, pemerintah pusat belum juga menanggapi tuntutan itu.

Sesuai ketentuan yang berlaku saat ini, yaitu UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, seluruh kabupaten/kota di Babel selama ini hanya menerima Rp 70 miliar per tahun. ”Kami berharap royalti lebih layak agar penggunaan dana lebih maksimal. Royalti 10 persen masih pantas untuk Babel, ujarnya di Pangkal Pinang, Selasa (3/5).

Ditambahkannya, penghasilan asli daerah kabupaten/kota di Babel sebagian besar memang dari royalti itu. Jika royalti menjadi 10 persen, maka Babel bisa mendapatkan Rp 270 miliar-Rp 300 miliar.

Pemprov Babel dan kabupaten di provinsi itu tidak bisa mendapat pajak lain yang lebih maksimal dari pertambangan timah. Sebab, pajak bumi dan bangunan untuk wilayah pertambangan luas dipungut pusat. Pajak penghasilan perusahaan juga harus dibayar ke pusat.

Terpisah, anggota DPRD Babel, Antonius Uston, mempertanyakan kontribusi 11 kapal isap di perairan Bebel yang mestinya memberikan kontribusi bagi provinsi.

Amdal bermasalah

Dari Banjarmasin dilaporkan, penerbitan analisa mengenai dampak lingkungan perusahaan batubara, perkebunan, dan pelabuhan khusus, di Kalimantan Selatan, banyak yang janggal dan tidak sesuai aturan. Kejanggalan diduga ada di tingkat komisi amdal kabupaten yang sejak 2010 diberi lisensi untuk menangani dan menerbitkan amdal.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel, Rakhmadi Kurdi, mengatakan, kejanggalan itu ditemukan saat pihaknya melakukan verifikasi tahap pertama terhadap pemberian amdal di Kabupaten Banjar dan Tanah Bumbu.

Kejanggalan yang dimaksud antara lain, waktu penelitian lapangan dan dokumen terlalu singkat, kurang dari 75 hari. ”Secara logika tidak masuk akal,” katanya.

Ada juga surat keputusan kelayakan lingkungan (SKKL) diterbitkan lebih dulu, dan baru amdal. Ada juga yang SKKL sudah ditandatangani bupati namun dokumennya tidak ada.

Di Tanah Bumbu, dari 39 perusahaan yang diverifikasi, hanya 12 yang memenuhi syarat. ”Untuk Tanah Bumbu ini harus ada sanksi. Bentuknya bisa berupa teguran, pembekuan sementara, sidang amdal, atau pencabutan lisensi. Nanti kami bicarakan dengan pusat,” ujar Rakhmadi.

Bulan Mei ini, BLHD bersama pusat akan kembali melakukan verifikasi terhadap tiga kabupaten lainnya. Pihaknya juga akan melapor kepada Kementerian Lingkungan Hidup atas perusahaan-perusahaan batubara di Tanah Bumbu yang beroperasi tidak sesuai aturan. (RAZ/WER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com