Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terorisme Terkait NII

Kompas.com - 30/04/2011, 02:33 WIB

Jakarta, Kompas - Peneliti terorisme dari International Crisis Group, Sydney Jones, mengakui, terorisme belakangan ini bisa dirujuk sejarahnya kepada kelompok Negara Islam Indonesia yang didirikan SM Kartosoewirjo tahun 1949. Kelompok itu berkembang menjadi banyak faksi sesuai sejarah dan perpecahan pengikutnya.

Sydney menjelaskan hal itu dalam pengajian di Aula Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (28/4) malam. Narasumber lainnya adalah anggota Komisi I DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, TB Hasanuddin. Hadir juga Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.

Dalam pengajian itu muncul pula kesepahaman bahwa penanggulangan terorisme tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan keamanan atau gerakan penyadaran tingkat elite. Pencegahan kekerasan atas nama agama perlu melibatkan seluruh komponen bangsa serta dilakukan hingga tingkat RT/RW.

Menurut Sydney, masing-masing faksi pecahan NII itu mempunyai pandangan berbeda, bahkan bisa saling bertentangan. Sebagian pengikut NII ada yang menyempal dan mendirikan Jamaah Islamiyah. Ada anggota yang membangun Angkatan Mujahidin Islam Nusantara, ada Ring Banten, atau lari ke Moro dan bergabung dengan Nurdin M Top. Ada juga NII Komandemen Wilayah 9 yang dipimpin Abu Toto alias Panji Gumilang yang ramai dibicarakan belakangan ini.

Masing-masing faksi mengembangkan diri. Pepi Fernando, tersangka dalam bom buku dan bom di dekat Gereja Christ Cathedral di Serpong, Tangerang, kemungkinan awalnya direkrut NII Faksi Tahmid. ”Untuk mengantisipasi pertumbuhan faksi itu, pemerintah harus terus mendeteksi jaringan mereka hingga ke daerah,” katanya.

Hasanuddin menilai, pemerintah belum menyentuh masyarakat hingga ke tingkat bawah. Mereka rawan terkena godaan untuk bergabung dengan kelompok ekstremis. Penanggulangan terorisme pun harus dilancarkan sampai ke tingkat RT/RW.

Din Syamsuddin juga menekankan perlunya pemerintah merangkul semua lapisan masyarakat untuk memerangi NII dan terorisme. Pemerintah perlu menyusun langkah yang menyeluruh, tak sekadar pendekatan keamanan, tetapi juga budaya, kelembagaaan, dan harus melibatkan semua kelompok penyangga bangsa ini.

Isu NII sebenarnya ada sejak 1960-an. Selama ini pemerintah seperti mengabaikan, tak mampu mengatasinya, atau terkelabui oleh gerakan ini.

Di Jakarta, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar, Jumat, menuturkan, dari pemeriksaan sementara pihak Detasemen Khusus 88 Anti-Teror Polri bersama Polda Aceh, orang yang ditangkap tidak terkait dengan kasus bom yang dipimpin Pepi. Polisi masih mendalami pemeriksaan terhadap empat orang yang ditangkap dalam dugaan terorisme.

Di Yogyakarta, Jumat, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, saat menutup ASEAN Defence Senior Officials’ Meeting and the ASEAN Defence Senior Officials’ Meeting Plus, mengatakan, negara-negara ASEAN dan mitra dialog sepakat membentuk konsep kerja sama dalam pencegahan terorisme.

Konsep kerja sama pencegahan terorisme itu disusun Indonesia dan Amerika Serikat.

(iam/abk/fer/bil)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com