Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obral Lahan di Hutan Harapan

Kompas.com - 29/04/2011, 04:40 WIB

Simbolon tampak gusar mendengarkan penjelasan fasilitator Sufri di hadapan masyarakat Desa Tanjung Mandiri, Tanjung Lebar, Bahar Selatan, Muaro Jambi, Jumat (4/3). Seakan tak setuju dengan hasil rapat itu, ia beranjak meninggalkan bangku dan keluar.

Rapat sore itu memberikan arah yang menyudutkan dirinya. Walau belum secara tegas ditetapkan, ada sinyal bahwa aktivitas pembukaan lahan di desa yang masuk kawasan Hutan Restorasi Harapan akan segera dihentikan. Padahal, masih ada 500 hingga 1.000 hektar lagi yang bakal segera dibuka karena telah dibeli oleh para pendatang melalui koperasi yang dikelola Simbolon untuk dijadikan kebun kelapa sawit.

”Kalau dihentikan, bagaimana nasib para konsumen. Mereka semua sudah membayar kepada kami,” keluh Simbolon.

Perambahan dalam hutan restorasi Harapan, yang merupakan proyek percontohan upaya jeda tebang hutan, kembali marak dalam setahun terakhir. Pengelola hutan, PT Restorasi Ekosistem (Reki), dibikin kewalahan akibat aktivitas jual-beli lahan di kawasan itu. Hutan diobral dengan harga Rp 1 juta per hektar, mendorong masuknya ribuan warga dari sejumlah daerah. Setiap hari, 5 hingga 10 hektar hutan dibuka untuk ditanami sawit dan palawija.

Simbolon bercerita, dirinya mulai membuka hutan restorasi sejak 2009. Melihat besarnya potensi hutan, dia pun menawarkan kepada sejumlah kenalannya untuk membeli lahan di sana. Bersama warga setempat, mereka mengelola jual-beli lahan kepada pendatang. ”Setiap orang yang mau membuka kebun membayar Rp 3 juta untuk memperoleh 3 hektar. Uangnya kami pakai untuk membangun sekolah, mushala, dan sarana umum lainnya,” tutur Simbolon.

Saat petugas relawan dari Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Sufri, meminta agar pembukaan hutan yang tersisa dihentikan, Simbolon bersikeras menolak. Menurut dia, pembukaan lahan tetap harus dilakukan karena lahan itu sudah telanjur dibeli orang. ”Orang-orang sudah bayar semua, tidak bisa dihentikan begitu saja,” ujarnya.

Penegakan hukum

Koordinator Program Resolusi Konflik AMAN Provinsi Jambi Laung Siregar mengatakan, sudah 5.000 hektar hutan yang masuk Desa Tanjung Lebar dibuka menjadi kebun sawit dalam tiga tahun terakhir. Sementara, menurut data PT Reki, perambahan di kawasan restorasi ini mencapai 13.337 hektar.

Laung menceritakan betapa sulitnya mengendalikan perambahan hutan. Apalagi kawasan restorasi ini sangat luas, 101.000 hektar, mencakup wilayah Jambi dan Sumatera Selatan. Pihaknya berupaya memfasilitasi penanganan resolusi konflik terkait aktivitas perambahan. Pasalnya, kawasan itu merupakan habitat kelompok suku terasing Bathin IX yang sudah turun-temurun tinggal di dalam hutan. Menurut Laung, pemimpin suku Bathin IX telah memberikan ruang bagi pendatang untuk mengelola lahan, tetapi rupanya para pendatang jadi kebablasan.

Oleh karena itu, aktivitas perambahan harus dibatasi. Pihaknya memberikan ruang bagi masyarakat guna mengelola hutan yang telah rusak untuk ditanami tanaman nonkayu yang bernilai ekonomis. Namun, bagi warga yang bersikeras ingin terus memperluas areal perambahan, penegakan hukum juga akan diberlakukan. (ita)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com