Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarekat Didemo, Dikira Gerakan Cuci Otak

Kompas.com - 28/04/2011, 00:29 WIB

GUNUNGKIDUL, KOMPAS.com - Rangkaian kasus "cuci otak" oleh orang-orang berkedok maupun memang aktivis Negara Islam Indonesia (NII) berdampak kekhawatiran berlebihan.

Ini seperti terjadi di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Warga setempat menuntut pembubaran pengajian tradisional Tarekat Naqsyabandiyah yang eksis di Indonesia berabad-abad. Alasannya, curiga bahwa pengajian tarekat itu sebagai ajang "cuci otak" dan mencari pengikut.

Puluhan warga Desa Beji, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, yang curiga terhadap tarekat itu dengan menunjukkan ketidaktahuannya melalui unjuk rasa ke balai desa setempat, Rabu (27/4/2011) sore.

Mereka menolak keberadaan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah yang selama tiga pekan terakhir telah menggelar kegiatan keagamaan pengajian.

Mujiyono Sumadi, orang yang dianggap dan merasa sebagai tokoh masyarakat setempat, mengatakan, selama ini kelompok tersebut cenderung tertutup. Misalnya, selama pengajian berlangsung, lampu ruang selalu dimatikan.

Anehnya lagi, kata dia, tidak seorang pun warga Desa Beji yang menjadi jamaah tersebut. "Kami khawatir dan takut kegiatan ini akan digunakan sebagai ajang cuci otak, seperti yang dilakukan kelompok NII di sejumlah daerah. Terlebih sebagian di antara jamaah itu terdapat mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Yogyakarta," kata Mujiyono.

Pertemuan antara warga dan perwakilan Tarekat Naqsyabandiyah yang dihadiri Muspika Kecamatan Patuk dan sejumlah tokoh masyarakat serta tokoh agama ini berlangsung panas.

Penyebabnya, jamaah kelompok itu menolak menghentikan kegiatan dzikir dengan alasan ajaran mereka tidak menyimpang. Setelah muncul ancaman warga akan membubarkan kegiatan mereka jika tidak menghiraukan imbauannya, akhirnya Tarekat Naqsyabandiyah bersedia menghentikan kegiatannya.

"Kegiatan kami, jamaah Tarekat Naqsyabandiyah, di wilayah ini hanya untuk berdzikir dan tidak ada hubungannya dengan teroris maupun NII," kata Sumadi. Selain menolak aktifitas Tarekat Naqsyabandiyah, warga juga mendesak pencabutan izin mendirikan bangunan masjid untuk kelompok tersebut.

Lazim diketahui, tarekat ini didirikan seorang sufi dari abad 14 Masehi di dekat Bukhara. Umumnya tarekat, jamaahnya cenderung apolitis dan di Jawa, tumbuh subur dalam komunitas berlatar belakang Nahdlatul Ulama.

Kaum pembaharu Islam di Jawa abad 19 seperti Muhammadiyah mengoreksi praktik keagamaan kelompok ini dengan argumentasi sederhana tapi cukup meyakinkan, yakni bahwa komunitas spiritual ini tidak ada semasa hidup Nabi Muhammad SAW.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com