Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuci Otak Cuma untuk Dapatkan Uang

Kompas.com - 21/04/2011, 14:21 WIB

MALANG, KOMPAS.com-  Dugaan cuci otak yang menimpa 15 mahasiswa di Malang dinilai belum bisa ditafsir sebagai aksi perekrutan NII (Negara Islam Indonesia). Guru Besar Filsafat dan Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof Dr Syamsul Arifin menilai, ada cukup kemungkinan bahwa itu hanya bentuk komodifikasi ajaran atau doktrin agama untuk tujuan mendapatkan uang.

Syamsul menjelaskan di Malang, Kamis (21/4/2011), NII dalam sejarahnya adalah sempalan gerakan Islam dalam sejarah Indonesia berhubungan dengan pendirian Kartosuwiryo, tokoh sejarah yang meyakini hubungan antara Islam dengan praktik pembentukan negara.

Kartosuwiryo membawa pendiriannya dalam bentuk gerakan bersenjata, yang populer pada awal abad 20, di era ideologi ketika berbagai gerakan berbasis ideologi dan agama berusaha membentuk negara . Setelah era Kartosuwiryo NII lenyap, atau setidaknya tidak muncul di permukaan secara formal.

Berbagai isu tentang gerakan NII hanya berhenti sebagai informasi, tidak merupakan gerakan riil. Malah lebih riil gerakan HTI, yang nyata muncul menyampaikan misinya di depan umum melalui forum-forum seperti tabligh akbar. "NII lebih tepat disebut sebagai gerakan sempalan yang siluman. Sehingga tidak ada dasar yang dapat menghubungkan fenome pendulikan atau cuci otak di Malang ini dengan gerakan NII. NII tidak empiris," katanya.

Syamsul lebih melihat gejala tersebut sebagai aksi penipuan, sebagaimana juga kesimpulan Kapolresta Malang AKBP Agus Salim. Agus Salim kepada wartawan juga menyatakan, polisi hanya fokus melihat kasus ini sebagai kasus penipuan dengan menggunakan metode indoktrinasi. Polisi tidak memberi perhatian pada isu NII, karena hal itu bukan wilayah kerja Kepolisian.

Menurut Syamsul, indoktrinasi merupakan metode yang lebih bisa dimanfaatkan oleh gerombolan penipu ini, karena sasaran materi yang berusaha dicuri bisa lebih besar.

"Itu sebabnya teknik yang dipakai pura-pura bersandiwara menghilangkan laptop. Mereka tidak mencuri sepeda motor, karena nilai uangnya sama dengan laptop, sementara sepeda motor masih terikat oleh STNK," komentar Ismed Jayadi, paman Mahatir Rizki, salah satu mahasiswa UMM yang hingga kini tak ditemukan keluarganya.

Menurut Syamsul, ini sama seperti gejala komodifikasi yang menggejala akhir-akhir ini, ketika segala sesuatunya dijadikan komoditas, termasuk doktrin keagamaan oleh gerombolan yang mengaku-ngaku sebagai NII ini.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com