Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Rusak Makin Bebani Masyarakat

Kompas.com - 28/03/2011, 05:02 WIB

Makassar, Kompas - Kerusakan jalan trans-Sulawesi belakangan ini kian menambah beban ekonomi warga yang tersebar pada enam provinsi di Pulau Sulawesi. Pelambatan laju kendaraan akibat hancurnya kondisi fisik jalanan membuat biaya pengangkutan hasil bumi maupun pendistribusian bahan pokok melonjak 2-3 kali lipat dari kondisi normal.

Demikian rangkuman pengamatan Kompas, sepekan terakhir, pada ruas-ruas jalan trans-Sulawesi yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Utara (panjang total 7.799,76 kilometer).

Rute Makassar-Toraja (Sulsel) berjarak 300 kilometer normalnya ditempuh 8 jam. Namun, lambannya pengerjaan poros Maros-Parepare membuat waktu tempuh menjadi 10-12 jam. Akibatnya, biaya bahan bakar yang biasanya Rp 1 juta untuk bolak-balik Makassar-Toraja kini membengkak jadi Rp 1,3 juta.

Kondisi serupa terjadi di Sulteng, khususnya poros Palu-Parigi Moutong-Poso-Tojo Unauna-Banggai-Morowali (700 kilometer). Kerusakan jalan tersebar di semua kabupaten/kota tersebut sehingga total waktu tempuh untuk rute itu yang biasanya sehari molor jadi 2-2,5 hari.

Ruas penghubung Sultra-Sulteng sama memprihatinkan. Hampir separuh dari 170 kilometer panjang jalan trans-Sulawesi di Konawe Utara hancur dan belum teraspal. Akibatnya, jarak Kendari (ibu kota Provinsi Sultra) hingga perbatasan Sulteng sejauh 216 kilometer harus ditempuh 7 jam. Jika mulus, sebetulnya jarak sejauh itu cukup ditempuh 5 jam.

Di poros Gorontalo-Sulawesi Utara (600 km) kondisi diperparah dengan hancurnya jembatan akibat luapan sungai sekitarnya. Di Bolaang Mongondow Selatan, Sulut, terdapat lima jembatan yang kini masih dalam keadaan darurat, menyusul terjangan banjir setahun terakhir.

Pengendara harus berhati-hati melintasi jembatan darurat berbahan kayu pohon kelapa sepanjang 10-20 meter. Lokasi jembatan tersebut, antara lain desa Dudeo dan Biniha Timur (Kecamatan Bolaang Uki).

Biaya membengkak

Kalangan yang terbebani langsung oleh kondisi tersebut adalah perusahaan transportasi. Nugroho Setyanto (44), pemilik perusahaan angkutan yang melayani rute Makassar menuju beberapa daerah di bagian utara Sulsel, seperti Toraja, Palopo, dan Masamba (Luwu Utara), mengaku, waktu tempuh menjadi lebih panjang selama dua tahun terakhir.

Djafar Suraeni (41) dan Laudin (44), pemilik usaha angkutan Baturube-Luwuk (Sulteng), mengakui pendapatan untuk rute berjarak 220 km itu berkurang. ”Dengan jalan seperti ini, kalau normalnya biaya bensin pergi-pulang Rp 250.000, kami harus keluarkan Rp 350.000. Itulah risiko dari sering-sering memindahkan persneling,” katanya.

Untuk perawatan, mereka mengakui tiap lima hari mobil jenis angkutan niaga yang dioperasikannya harus masuk bengkel. Belum lagi ban yang harus diganti tiap 3-4 bulan.

Bahan pokok

Biaya kebutuhan pokok sehari-hari pun terimbas. Harga beras kualitas rendah di Kecamatan Wiwirano (kecamatan terakhir yang berbatasan dengan Sulteng) Rp 6.500 per kilogram. Beras serupa di Kendari hanya Rp 4.500 per kilogram.

Adapun harga semen di Wiwirano mencapai Rp 80.000 per zak. Semen sejenis di Kendari hanya Rp 55.000 per zak.

Dampak lainnya tertuju pada pendistribusian komoditas ekspor andalan daerah tersebut, termasuk udang dari daerah sentra perikanan budidaya, Pangkep dan Pinrang (Sulsel), ke Makassar. Tigor Cendarma, eksportir udang, mengakui betapa riskannya distribusi udang dari daerah ke pabrik pengolahan di Kawasan Industri Makassar.

Pasokan udang segar untuk perusahaannya umumnya didatangkan dari Pangkep dan Pinrang. Sejatinya, pengiriman udang bisa dilakukan dua kali sehari menggunakan mobil berkapasitas 3 ton. Karena waktu tempuh Pinrang-Makassar (200 km) membengkak dari 3 jam menjadi 5 jam, risiko rusaknya udang terbuka lebar.

Tigor terpaksa menyiapkan alat pendingin. Dalam kondisi normal, 3 ton udang membutuhkan setidaknya 60 balok es. Pertambahan waktu tempuh membutuhkan tambahan 40 balok es. Dengan harga Rp 10.000– Rp 12.000 per balok es, diperlukan biaya tambahan hingga Rp 480.000 setiap pengiriman. ”Sulit berbisnis secara efisien jika jalan hancur begini,” katanya.

Rusak ringan-berat

Berdasarkan data dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI Makassar, panjang total jalan utama di 6 provinsi di Pulau Sulawesi mencapai 7.799,76 km. Sepanjang 396,02 km di 4 provinsi (minus Gorontalo dan Sulut) berkondisi rusak mulai ringan hingga berat. Kerusakan jalan di Gorontalo dan Sulut sedang dihitung oleh balai tersendiri yang baru dirintis tahun 2011.

Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI Nurdin Samaila mengatakan, Kementerian Pekerjaan Umum telah menganggarkan Rp 2,2 triliun untuk pemeliharaan jalan yang rusak dan membangun 3,1 kilometer jembatan di 4 provinsi.

(RIZ/SIN/ENG/REN/APO/NAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com