Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Hutan Gambut Cemas Kebakaran

Kompas.com - 20/03/2011, 19:12 WIB

PULANG PISAU, KOMPAS.com - Masyarakat di sekitar hutan gambut Kalimantan Tengah mencemaskan bahaya kebakaran seiring kian berkurangnya frekuensi hujan dan cuaca yang semakin kering. Di Kalteng terdapat lebih dari 1 juta hektar (ha) lahan gambut yang rawan terbakar.

Maya Ariastuti (20)), warga Desa Taruna Jaya, Kecamatan Jabiren Raya, Pulang Pisau, Minggu (20/3/2011), mengaku khawatir dengan semakin dekatnya musim kemarau. Hujan sudah semakin jarang turun. Saat ini, hujan turun dua kali dalam sepekan. Sebelum Maret 2011, hujan masih turun nyaris setiap hari.

Kebakaran hebat hutan gambut pada tahun 2009 masih terbayang jelas dalam ingatan Maya. Ketika itu, kebakaran hanya berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya. Apalagi, rumah berukuran sekitar 225 meter persegi itu terbuat dari kayu. Ia ketakutan kebakaran akan mencapai rumahnya.

"Untung itu tidak terjadi tapi kalau setiap kemarau memang selalu cemas. Kalau sudah kebakaran, napas sesak dan mata sakit. Mudah-mudahan tahun ini tak terjadi kebakaran," katanya.

Menurut warga Kelurahan Kameloh Baru, Kecamatan Sabangau, Palangkaraya Mohammad Marwan (56) , rumahnya berada di tepi Hutan Kalampangan. Seluruh hutan dengan luas sekitar 30.000 hektar itu nyaris ditutupi gambut yang mudah terbakar. Hutan Kalampangan pernah terbakar antara lain tahun 1997, 2002, dan 2009.

Di Hutan Kalampangan, kemarin siang, matahari tampak bersinar terik. Jika mendung, hawa tetap terasa panas. Kebakaran pada tahun 2009 berjarak satu kilometer dari rumah Marwan. Ia cemas terhadap bahaya kebakaran karena rumahnya yang berukuran sekitar 170 meter persegi itu terbuat dari kayu.

Ia berharap, pemerintah daerah dapat melakukan langkah-langkah untuk mencegah bahaya kebakaran. Marwan yang membuka warung kecil juga khawatir bila terjadi kebakaran, bencana itu bisa meludeskan kandang kambingnya yang terletak di samping rumah. Ia memiliki 12 kambing.

"Lalu, saya punya kebun kecil seluas lebih kurang 90 meter persegi. Ada tomat, kacang panjang, dan cabai merah. Kalau kebakaran, saya bisa rugi Rp 700.000 dari kebun saja," katanya.

Kepala Seksi Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Kalteng Rudin Purba menjelaskan, hujan sesekali masih turun di Kalteng. Cuaca kering perlu diwaspadai setidaknya sesudah April nanti. Berdasarkan hasil analisis data titik panas atau hotspot, daerah rawan kebakaran hutan di Kalteng meliputi lahan terlantar di sepanjang tepi jalan trans Kalimantan poros selatan yakni jalur Palangkaraya, Tumbang Nusa, hingga Pulang Pisau.

"Daerah itu termasuk areal pemanfaatan lahan gambut di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Murung Raya. Lahan di sana berupa semak belukar dengan tanah bergambut tebal," katanya.

Daerah lain yang rawan terbakar yakni lahan perkebunan besar sawit di Kabupaten Sukamara, Lamandau, Seruyan, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Katingan, Gunung Mas,dan Barito Utara, serta pertanian dan perkebunan masyarakat yang tersebar sporadis di seluruh Kalteng.

"Kebakaran mudah terjadi karena masyarakat menerapkan perladangan yang berpindah-pindah. Demikian pula dengan sawah dan kebunnya," kata Rudin.

Dosen Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Palangkaraya Suwido Limin, mengatakan, hutan Kalampangan termasuk wilayah yang rawan terbakar. Selain Kalampangan, hutan di daerah Sabangau dan Pendakatapi di sekitar Palangkaraya juga rentan terkena bencana itu.

"Saya yakin, hampir 100 persen kebakaran disebabkan ulah manusia seperti membakar lahan, membuang puntung rokok sembarangan, atau menyalakan api unggun," ujarnya.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com