Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekda Kendari Jadi Tersangka Korupsi

Kompas.com - 16/03/2011, 00:40 WIB

KENDARI, KOMPAS.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari Amarullah dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Kendari Ruslan Emba, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp 2,1 miliar.

Amarullah dan Ruslan masing-masing menjabat sebagai ketua dan sekretaris panitia sembilan pengadaan tanah proyek perluasan Kantor Gubernur Sultra tahun 2010. Kejaksaan menduga kuat keduanya bertanggung jawab, sehingga keuangan negara dirugikan Rp 2,1 miliar dalam proyek tersebut.

"Setelah penyelidikan, kami menemukan alat bukti telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah itu dan menetapkan keduanya sebagai tersangka," kata Kepala Kejati Sultra AR Nashruddien dalam jumpa pers di Kendari, Selasa (15/3/2011).

Dalam kasus itu, kejaksaan menemukan bahwa dari 46.731 meter persegi tanah yang dibebaskan dengan jumlah pemilik 31 orang, 29 di antaranya tidak memiliki bukti kepemilikan berupa sertifikat. "Hanya dua orang yang memiliki sertifikat, sisa 29 lainnya hanya memiliki surat keterangan dari mantan lurah," ujar Nashruddien.

Nashruddien menjelaskan, tanah yang dikuasai 29 orang itu sebenarnya berstatus tanah negara sehingga tidak berhak memeroleh ganti rugi. Namun, panitia sembilan tetap membayarkan ganti rugi senilai total Rp 2,1 miliar.

Menurut Nashruddien, pihaknya akan melanjutkan proses ke tahap penyidikan atas kedua tersangka itu. "Selain itu, tidak menutup kemungkinan ada tersangka tambahan dalam perkembangan penyidikan nanti," katanya.

Saat berusaha dikonfirmasi, telepon seluler Amarullah tidak aktif. Keterangan yang diperoleh dari Humas Pemkot Kendari, yang bersangkutan sedang dalam urusan dinas di Jakarta.

Adapun Ruslan menyatakan belum menerima surat pemberitahuan dari kejaksaan yang menyatakan dirinya sebagai tersangka dalam kasus tersebut. "Beberapa waktu lalu memang ada panggilan dari Kejati untuk mengkonfirmasi pengadaan tanah tersebut," ujarnya.

Ruslan mengatakan, apa yang dilakukan tim sembilan telah sesuai prosedur perundangan dan tak menyalahi ketentuan apapun. Tanah yang dipermasalahkan jaksa, kata Ruslan, berstatus tanah negara yang dikuasai dan bukan tanah negara bebas.

"Dalam kasus tanah negara dikuasai, proses pembebasannya harus membayar ganti rugi kepada yang menguasai. Lain halnya kalau tanah negara bebas. Jadi, tuduhan itu salah persepsi dan tidak tepat," ungkapnya.

Surat keterangan lurah, menurut Ruslan, juga dimungkinkan menjadi bukti dasar awal kepemilikan atas tanah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24/1997. Panitia Sembilan juga telah melakukan verifikasi atas ke-29 pemilik tanah itu dengan meminta keterangan saksi, batas tanah, serta identifikasi lapangan sebelum membayarkan ganti rugi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com