Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendongkrak Ekonomi Keluarga Miskin

Kompas.com - 14/03/2011, 04:07 WIB

Agnes Swetta Pandia

Pemberdayaan pertanian yang dikembangkan Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, sejak 2009, mulai memberikan hasil nyata. Program itu semula hanya untuk memperbaiki dan meningkatkan gizi keluarga miskin di Kota Surabaya, tetapi kini malah berhasil mendongkrak ekonomi keluarga miskin melalui budidaya lele.

Hingga kini sudah ada 7.124 keluarga yang mendapat pembiayaan serta pembinaan tentang beternak lele. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kota Surabaya, untuk mengembangkan budidaya lele oleh keluarga miskin pada tahun 2010, Pemkot menyediakan anggaran Rp 4 miliar. Pada APBD 2011, program itu hanya dianggarkan Rp 3 miliar.

Untuk usaha itu, warga tak perlu membuat kolam sendiri, tetapi cukup menyediakan lahan ukuran 2 x 3 meter di sekitar rumah. Modal awal yang diberikan Pemkot kepada setiap keluarga miskin berupa benih berjumlah 350-650 ekor lele dan pakan 30-80 kilogram.

Warga juga mendapat bimbingan teknik budidaya lele, termasuk cara meningkatkan produksi serta mengamankan dari serangan berbagai penyakit ikan. Pemkot benar-benar tidak memberikan dana sepeser pun untuk modal awal, tetapi justru langsung menyediakan kolam, benih berikut pakan untuk sekali panen sekitar tiga bulan.

Beternak lele salah satu program pemberdayaan pertanian di Kota Surabaya. Usaha ini tak sekadar meningkatkan ekonomi warga miskin, tetapi juga memperbaiki gizi keluarga. Masa panen juga tidak terlalu lama, yakni 2,5-3 bulan. Hasil panen tak langsung dijual ke pasar, tetapi ada yang diolah menjadi bakso dan kerupuk.

Ketua Tani Mangrove Wilayah Wonorejo, Rungkut, Surabaya, Muhson mengatakan, ada anggota kelompoknya yang awalnya memiliki satu kolam, dan kini bisa mengembangkan hingga lima kolam. Program ini memotivasi warga miskin untuk meningkatkan ekonomi keluarga meski awalnya banyak yang gagal.

”Memang pernah gagal panen. Lalu, penyebabnya dievaluasi, kemudian dibuat rencana aksi sehingga penyakit tak lagi menyerang lele. Warga berlomba menambah kolam karena bisa memperbaiki ekonomi keluarga,” katanya.

Bahkan, dengan program ini, warga miskin yang selama ini tak memiliki pekerjaan tetap kini sibuk mengurus kolam lele.

Harga lele saat ini rata-rata Rp 12.000 per kilogram. Setiap panen hasil minimal 15 kg per kolam. Hal itu berarti warga bisa menghasilkan Rp 180.000.

Secara nominal, hasil itu memang kecil, tetapi paling tidak warga sudah memiliki penghasilan tetap untuk 2-3 bulan ke depan. Apalagi, selama ini warga miskin setempat umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap.

Biaya produksi untuk budidaya ini didominasi pembelian pakan. Perbandingan ini berlaku bagi warga yang mengelola kolam secara mandiri dan tak lagi mendapat bantuan dari Pemkot.

”Kelompok kami terus berupaya menggenjot produksi lele dan bebas dari berbagai penyakit,” ujarnya sembari mengaku, kelompoknya mendapat pelatihan teknis dari perguruan tinggi menyangkut budidaya lele di perkotaan. Warga serius dan bersemangat mengembangkan budidaya lele karena tidak terlalu rumit dan masa panen yang singkat.

Peternak lele di Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, yang bergabung dalam Kelompok Tani Ceria, Kamis (24/2), menggelar panen perdana. Hasil panen perdana 4 ton atau sekitar 80 kg per kolam. Saat panen, harga lele Rp 11.000 per kg sehingga setiap warga meraih pendapatan Rp 880.000 per kolam.

Kini warga tidak lagi hanya memiliki satu atau dua kolam, tetapi lima hingga 10 kolam dengan masa panen diatur bertahap sehingga penghasilan keluarga bisa diprediksi.

Untuk setiap kolam yang sudah disiapkan sendiri terdapat 1.000-2.000 ekor lele. Awal budidaya lele, kolam disediakan Pemkot Surabaya, tetapi saat ini warga membuat kolam sendiri sesuai kemampuan. Bagi warga dengan budidaya lele, ekonomi keluarga terjamin karena sebelumnya mereka umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap.

Kepala Bidang Perikanan dan Kelautan Dinas Pertanian Kota Surabaya Aris Munandar menjelaskan, anggaran sebanyak Rp 3 miliar pada tahun 2011 khusus untuk mengembangkan pertanian, seperti benih ikan, kolam, dan pakan ikan.

Berdasarkan evaluasi, memang masih banyak kegagalan dalam pengembangan terutama karena keterbatasan lahan. Selama 2010, hanya 70 persen yang sukses dan sisanya 30 persen gagal.

Untuk mencegah kegagalan, Dinas Pertanian telah melakukan penelitian dan pendampingan bagi kelompok pembudidaya. Langkah ini dilakukan agar warga yang sebelumnya tidak mengetahui cara mengembangkan budidaya lele bisa lebih paham.

Sumber pendapatan

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berharap, program ini bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Awalnya, program ini memang untuk meningkatkan kualitas hidup, terutama gizi. Meski ekonomi sulit, warga miskin harus tetap bisa mengonsumsi ikan. Kini program tersebut justru menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat.

Menciptakan usaha mikro bagi keluarga miskin juga dilakukan melalui pelatihan berbagai keterampilan. Seperti diungkapkan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Surabaya Ikhsan, Pemkot rutin melakukan pelatihan dan pendampingan bagi keluarga miskin terutama kaum perempuan.

Penguatan ekonomi keluarga miskin melalui pelatihan seperti menyulam, membuat tas, membatik, membuat kerajinan tangan, merajut, dan memanfaatkan bekas pembungkus dari plastik. Pelatihan yang diikuti perempuan berusia produktif diharapkan mendongkrak taraf dan kualitas hidup keluarga miskin sehingga mereka lebih mandiri.

Pelatihan berlangsung setiap hari selama 10 bulan diikuti 15.159 peserta dari 31 kecamatan. Lokasi pelatihan digelar di balai kecamatan, kelurahan atau rukun warga sehingga mudah di jangkau peserta pelatihan.

Misi utama dari semua program untuk keluarga miskin adalah secara bertahap mengubah budaya konsumtif menjadi produktif. Perempuan terampil sangat mudah untuk menularkan keahlian dan keberhasilannya pada suatu bidang.

Jumlah perempuan yang ingin mengembangkan usaha di rumah cenderung meningkat. Itu terbukti dari tingginya antusiasme mereka mengikuti pelatihan yang digelar Pemkot Surabaya bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah Surabaya dan Asosiasi Perajin Bunga Kering dan Buatan.

Tahun 2011, program pemberdayaan ini difokuskan pada penguatan UMKM binaan yang ada di kelurahan. Bahkan, setiap kelurahan diminta mengajukan kelompok usaha yang akan diberi pendampingan sehingga semakin kuat.

Melalui program ini, warga Kota Surabaya termotivasi untuk menciptakan satu rumah satu usaha. Program ini juga diharapkan mampu mengikis jumlah angka kemiskinan dan pengangguran di wilayah tersebut, minimal memiliki keterampilan bertani, mengembangkan usaha di rumah, dan lain sejenisnya.

Dengan demikian, waga miskin tidak lagi sekadar meratapi nasib, tetapi justru giat mengembangkan usaha. Pemkot Surabaya telah memulai langkah yang tepat. Berikanlah kail, bukan ikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com