Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suatu Saat Kami Ingin Tak Dibutuhkan Lagi...

Kompas.com - 06/03/2011, 02:44 WIB

Jangan pernah coba-coba berkeliaran di luar rumah atau hotel pada saat hari raya Nyepi di Bali. Kemungkinan besar Anda akan berurusan dengan pecalang atau petugas keamanan adat. Kalau beruntung, Anda masih diperbolehkan kembali ke rumah atau hotel.

Kehadiran sosok pecalang ini selalu tampak menonjol dalam setiap kegiatan adat di Bali, terutama Nyepi. Mereka memiliki tugas untuk memastikan Catur Brata Penyepian, ritual umat Hindu saat Nyepi, berlangsung lancar tanpa gangguan.

Selama 24 jam pada hari raya Nyepi, umat Hindu menjalankan empat larangan, yaitu larangan menghidupkan api (amati geni), bekerja (amati karya), bepergian (amati lelungan), dan menikmati hiburan (amati lelanguan). Para wisatawan dan pendatang yang beragama lain di Bali pun diminta menghormati umat Hindu dengan tidak keluar atau beraktivitas di luar rumah selama Nyepi.

Di sinilah peran pecalang dibutuhkan. Mereka akan berpatroli ke seluruh pelosok wilayah desa. Ketika mengetahui ada warga yang berada di luar rumah, pecalang tidak segan menangkapnya.

Warga asli Bali yang tertangkap akan diserahkan kepada kepala desa atau bendesa adat. Mereka akan didata dan dibina, kemudian kepala desa akan menentukan sanksi yang akan diberikan kepada mereka, yang biasanya berupa denda sejumlah uang.

Namun, bukan berarti wisatawan dan pendatang terbebas dari sanksi adat. Ada wisatawan yang langsung diminta kembali ke hotel, tetapi ada pula wisatawan yang diminta tinggal di pos keamanan atau kantor polisi hingga perayaan Nyepi berakhir.

Sebuah pengabdian

Seperti pada Sabtu (5/3) pagi, Wayan Suparna (39) sudah memakai baju putih dibalut rompi hitam, kain kamen bermotif poleng (kotak hitam dan putih khas Bali), dan ikat kepala (udeng) poleng. Tidak lupa ia menyelipkan sebuah keris di pinggangnya sebelum berpatroli sebagai pecalang ketika mengamankan kawasan Pantai Kuta.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang tas di Pantai Kuta ini telah menjadi pecalang selama 9 tahun berturut-turut. ”Ini sebuah pengabdian karena, untuk menjadi pecalang, saya dipilih oleh warga di banjar.”

Sebagai seorang pecalang, Suparna tidak mengikuti ritual Catur Brata Penyepian seperti umat Hindu umumnya. Selama Nyepi berlangsung, ia dan pecalang lain justru beraktivitas di luar rumah dan meninggalkan anak dan istri di rumah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com