Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilihan Cukup Satu Putaran

Kompas.com - 05/02/2011, 02:54 WIB

Jakarta, Kompas - Pemilihan umum kepala daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, diusulkan untuk dilaksanakan dalam satu putaran saja. Hal itu merupakan solusi untuk menekan biaya pilkada yang selama ini relatif mahal. Pilkada dua putaran merupakan pemborosan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diperbarui menjadi UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah memang memungkinkan pilkada dilaksanakan dalam dua putaran. Dalam Pasal 107 UU No 12/2008 disebutkan, apabila tidak ada pasangan calon kepala daerah yang memperoleh lebih dari 30 persen suara sah, dilakukan pilkada putaran kedua. Peserta pilkada putaran kedua adalah calon dengan suara terbanyak pertama dan kedua.

Pelaksanaan pilkada dalam dua putaran itu dinilai pemborosan. Oleh karena itu, Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-PKB) mengusulkan agar pilkada cukup dilaksanakan satu putaran. ”Pilkada cukup satu putaran. Tak perlu ada putaran kedua, ketiga,” kata Ketua Kelompok Fraksi PKB di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat A Malik Haramain di Jakarta, Jumat (4/2).

Selain efisiensi biaya, pilkada putaran kedua sebaiknya dihapus karena biasanya hasil pemilihan tidak jauh berbeda dengan putaran pertama. Berdasarkan hasil pemantauan F-PKB, tidak ada perubahan komposisi pemenang pilkada. Calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran pertama biasanya keluar sebagai pemenang pada pilkada putaran kedua.

F-PKB mengusulkan, undang-undang tidak lagi membatasi perolehan suara minimal perolehan suara calon kepala daerah. ”Ke depan, siapa pun yang suaranya terbanyak, itu yang ditetapkan sebagai pemenang,” ujar Malik. Gagasan pilkada satu putaran itu rencananya akan diusulkan F-PKB saat membahas rancangan undang-undang pilkada yang saat ini masih disusun pemerintah.

Kementerian Dalam Negeri juga sependapat perlunya efisiensi anggaran pilkada. Salah satu gagasan yang ditawarkan Kemdagri adalah dengan melaksanakan pilkada serentak atau gabungan. ”Demokrasi kan tidak harus mahal. Selain pilkada serentak, pilkada gabungan itu mungkin bagus (untuk efisiensi),” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemdagri Djohermansyah Djohan, kemarin.

Pemilu gabungan yang dimaksud Djohan adalah dengan menggabungkan pemilihan gubernur, bupati/wali kota, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. ”Jadi nanti ada pemilu nasional dan ada pemilu lokal. Pemilu nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden, dan wakil presiden. Adapun pemilu lokal memilih kepala daerah dan anggota DPRD,” ujarnya.

Pilkada serentak juga akan diusulkan Dewan Perwakilan Daerah. Menurut anggota Komite I DPD Asri Anas, pelaksanaan pilkada serentak sudah masuk dalam draf RUU pilkada yang disusun Komite I. (NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com