Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kali Putih, dari Sana Semuanya Bermula

Kompas.com - 29/01/2011, 04:32 WIB

Ketika Belanda membelokkan aliran Kali Putih, sungai kecil yang berhulu ke puncak Gunung Merapi, itu dianggap tak berbahaya. Namanya bahkan tak muncul dalam rekam jejak erupsi Merapi tahun 1768-1969. Kini, Kali Putih menjadi ”fenomenal” setelah lahar dingin yang dialirkannya berkali-kali memutus Jalan Magelang-Yogyakarta.

Selain mengganggu urat nadi sosial ekonomi lintas Provinsi Jawa Tengah-DI Yogyakarta, luberan material vulkanik dari Kali Putih, di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng), tersebut juga menghancurkan rumah-rumah penduduk di Dusun Gempol, Desa Jumoyo.

Hingga 26 Januari 2011, luberan lahar dingin dari Kali Putih sudah menghanyutkan 104 rumah serta menyebabkan 149 rumah rusak berat, 98 rumah rusak sedang, dan 22 rumah terancam rusak. Akibatnya, 4.993 warga terpaksa menempati 14 lokasi pengungsian.

Material sisa erupsi Merapi berupa pasir serta batu berukuran sebesar truk meluap, mencari jalan pintas menerabas jalan utama Magelang-Yogyakarta. Aliran lahar dingin itu ”menolak” tunduk menyusuri aliran yang dibelokkan ke utara, 200-300 meter, hingga menyatu dengan aliran Kali Druju.

Konon, Kali Putih dibelokkan Belanda pada abad ke-19 untuk mempermudah pembuatan jalan utama penghubung Magelang-Yogyakarta, sehingga tidak perlu repot-repot membangun jembatan di atasnya.

”Itu karena dahulu Belanda menilai Kali Putih tidak membahayakan. Alirannya juga dinilai kecil,” kata Helmy Murwanto, geolog dari Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta, di Magelang, Jumat (28/1).

Perhitungan Belanda kala itu tidak sepenuhnya salah. Sebab, dalam catatan erupsi Merapi sejak tahun 1768, aliran lahar dingin lebih sering melalui dua kali yang mengapit Kali Putih, yakni Kali Blongkeng dan Kali Batang. Atau Kali Pabelan, yang juga sama-sama berada di barat daya Gunung Merapi.

Malah, kata Helmy, dalam peta lahar Gunung Merapi buatan Neumann Van Padang, vulkanolog Belanda tahun 1930, tidak tercantum nama Kali Putih.

”Tapi, bisa saja Kali Putih sudah pernah dilalui aliran lahar dingin sebelum pencatatan erupsi Merapi tahun 1768. Boleh jadi, nama kali itu digunakan penduduk setempat merujuk warna abu atau pasir Merapi yang seolah putih setelah mengering,” tambah Helmy.

Dalam ingatan sebagian warga Muntilan dan Salam, di Magelang, luberan Kali Putih juga pernah memutus jalur Magelang-Yogyakarta pascaerupsi Merapi 1969. Rel kereta api juga pernah putus.

Kliman (56), warga Dusun Gempol, Desa Jumoyo, yang tinggal di sekitar bantaran aliran Kali Putih lama (sebelum dibelokkan), mengaku, banjir saat itu kondisinya hampir sama dengan banjir lahar dingin tahun ini. ”Lahar dingin berkali-kali menutup jalan,” katanya.

Air hujan membawa material Merapi menyeberangi jalan, lalu mengalirkannya melalui aliran yang asli. Namun, ketika itu, pemerintah hanya menguruk material di jalan, kemudian membenahi jalur yang sudah dibelokkan ke Kali Druju.

”Sebetulnya Kali Putih sudah sekali tersandung banjir lahar dingin. Kali ini yang kedua kalinya,” kata Helmy lagi.

Menurut dia, satu-satunya jalan keluar yang bisa diterapkan agar tidak ”tersandung ” untuk ketiga atau bahkan keempat kalinya, yakni mengembalikan aliran Kali Putih, membangun jembatan di atasnya, serta membuat talut pelindung di sisi aliran kali itu. ”Lebih kurang dari 1,5 kilometer panjang kali yang harus dikembalikan ke bentuk semula,” kata Helmy.

Liar

Lahar dingin Merapi yang mengalir melalui lembah-lembah dan alur sungai, menurut Helmy, dapat bergerak sangat liar dan tidak mengikuti hukum-hukum aliran. Hasil penelitiannya, perpindahan alur-alur sungai menyebabkan korban yang tidak diperkirakan sebelumnya. Misalnya, tertimbunnya Dusun Ngadisalam di Kecamatan Muntilan oleh luberan lahar dingin Kali Blongkeng tahun 1961, serta tertimbunnya Talun akibat luberan lahar dingin Kali Senowo tahun 1969.

”Perlu diantisipasi bahaya yang sama di sungai-sungai yang selama ini dianggap kecil. Contohnya, Kali Keji dan Kali Tringsing (Magelang). Karena, di masa lalu, sungai kecil itu pernah meluap dan banjir lahar dingin,” ujar Helmy.

Triwahyudi (52), warga Kecamatan Tegalrejo, Magelang, mengatakan, sebelum tinggal di Dusun Gempol tahun 1980, dia sudah mengetahui bahwa dusun itu pernah dibanjiri material lahar dingin tahun 1969. Meski demikian, dia tak peduli. Hal itu dianggapnya sebagai cerita masa lalu.

”Saya kaget saat banjir lahar dingin kembali melanda dusun ini awal Januari lalu. Menurut sejumlah warga, banjir yang terjadi kali ini sama besarnya dengan tahun 1969 silam,” ujar Triwahyudi.

Banjir lahar dingin kali ini, lanjutnya, sungguh tak terbayangkan. ”Karena, sejak tinggal di sini tahun 1980, saya belum pernah melihat air sungai bergejolak,” tambah Triwahyudi.

Menurut pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, solusi luberan Kali Putih, antara lain, membiarkan sungai itu mencari jalannya sendiri. Saat ini, Kali Putih cenderung kembali mencari alur sungainya yang lama. Dari endapan material vulkanik dasar sungainya, Kali Putih diduga kuat merupakan sungai purba yang pernah dialiri banjir lahar.

”Jalan satu-satunya, kita harus mengikuti kehendak alam dan hanya bertugas meluruskan arah aliran agar bisa lancar. Bagaimana mengalirkan lahar dingin ke hilir, tanpa merusak kiri-kanan sungai,” kata Kepala Bidang Program dan Perencanaan Umum BBWS Serayu Opak, Imam Mardjianto.

Kepala Bidang Pelaksanaan BBWS Serayu Opak, Erwin Tri Nugroho, menambahkan, total kerugian akibat kerusakan infrastruktur—seperti jalan dan dam sabo akibat erupsi Gunung Merapi di kawasan sungai yang sudah terdata—mencapai Rp 1 triliun. Dari total 244 bangunan dam sabo, 35 di antaranya sudah rusak akibat erupsi Merapi. Kerusakan infrastruktur juga menimpa ratusan bendung irigasi pertanian.

Kepala Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada (PSBA UGM) Yogyakarta, Junun Sartohadi, menyayangkan cara penanganan masalah ini. Menurut dia, cenderung hanya bertujuan menenangkan masyarakat, tetapi tidak mengamankan. ”Ke depannya, pembangunan jalan yang bersinggungan dengan sungai-sungai berhulu di Merapi harus memanjang di punggungan sungai. Pemerintah juga diharapkan tidak membuat pusat perekonomian di daerah rawan lahar dingin seperti Kali Putih,” katanya.

(WKM/PRA/EGI/GAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com