Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wali Kota Mengklarifikasi

Kompas.com - 24/01/2011, 04:23 WIB

Surabaya, Kompas - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengklarifikasi pernyataannya yang dimuat di Kompas edisi 18 Januari 2011. Risma menyatakan, semenjak menjadi pegawai negeri sipil hingga menjabat sebagai wali kota, ia selalu menghormati institusi DPRD.

”Saya selalu menghormati institusi DPRD dengan tidak pernah memberi uang yang tidak sesuai prosedur kepada DPRD, dan/atau tidak pernah dimintai oleh DPRD yang tidak sesuai dengan prosedur,” demikian klarifikasi Risma yang diterima Kompas, Minggu (23/1).

Risma menjelaskan, kalimat ”masak setiap event di DPRD harus ada uang” tidak untuk melakukan penghinaan terhadap suatu lembaga tertentu.

Kalimat itu muncul, menurut Risma, justru dalam konteks ketidakpercayaan dia atas fenomena itu. ”Pernyataan ’masak setiap event di DPRD harus ada uang’ secara definitif menegasikan bahwa tidak ada hal-hal yang didasarkan atas pernyataan dan pertanyaan yang diajukan oleh wartawan Kompas terjadi di Surabaya,” kata Risma.

Risma menekankan perlu komitmen bersama terkait tertib anggaran baik di sisi perencanaan maupun implementasi, termasuk dana jaring aspirasi masyarakat.

Pada intinya, menurut Risma, konteks pernyataan ”masak setiap event di DPRD harus ada uang” bukan ditujukan kepada suatu obyek tertentu, yang secara tegas dapat diambil kesimpulan bahwa ”DPRD Kota Surabaya hanya berorientasi pada uang”. Namun, hal ini ditujukan atas suatu dialog yang menegasikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan kembali.

”Kata ’masak’ merupakan alur kata yang membuktikan bahwa suatu pertanyaan dijawab dengan kata yang menimbulkan arti ketidakpercayaan atas pertanyaan yang diajukan,” ujar Risma.

Konflik antara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan DPRD Surabaya mengakibatkan gangguan dalam pembangunan Surabaya. APBD 2011 sampai sekarang belum disahkan DPRD Surabaya.

Menurut Guru Besar Sosiologi Politik Universitas Muhammadiyah Surabaya Prof Zainuddin Maliki, kemacetan ini akibat politik transaksional yang dilakukan mulai pemilihan umum sampai di lembaga legislatif. ”Proses di DPRD Surabaya berjalan dengan logika transaksional, bukan transformasional,” kata dia.

Untuk mengatasi kemacetan ini, kata Zainuddin, harus dicari jalan tengah. ”Politik bukan harga mati. Diperlukan kemauan baik untuk menyelesaikan kebuntuan politik. Jangan sampai warga yang dirugikan,” tuturnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com