YOGYAKARTA, KOMPAS
Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta telah meluncurkan uji coba program penanggulangan kemiskinan model baru, Segoro Amarto (semangat gotong royong agawe majune Ngayojakarto) ini, akhir Desember 2010.
Program tersebut mulai dirintis di 10 rukun warga (RW) di tiga kelurahan, yakni Kricak (Kecamatan Tegalrejo), Sorosutan (Umbulharjo), dan Tegalpanggung (Danurejan).
Untuk meringankan beban perekonomian, warga Kali Code memberlakukan iuran wajib bulanan Rp 2.000 per kepala keluarga (KK). Dana itu dimanfaatkan untuk membantu pengobatan warga yang dirawat di rumah sakit atau meninggal dunia.
Warga di Sorosutan mengaku sudah mulai bermusyawarah tentang cara pengentasan kemiskinan di tiga RW, yaitu RW 11, RW 12, dan RW 13. Jumlah warga miskin Kota Yogyakarta saat ini masih mencapai 17 persen dari total populasi 480.553 jiwa.
Gerakan Segoro Amarto, menurut Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, akan melibatkan semua elemen masyarakat untuk bersama-sama mengentaskan kemiskinan berbasis lingkungan RW. Program ini akan berjalan beriringan dengan program pengentasan kemiskinan lainnya.
Sebagian penduduk di pinggiran Kali Code, Yogyakarta, rata-rata berpenghasilan Rp 30.000 per minggu. Tingginya harga bahan kebutuhan pokok mengakibatkan barang kebutuhan sering tak terbeli.
Ngatiyem, penduduk Kampung Code Utara, mengaku harus ekstra berhemat. Dia mengakui pula biasanya memperoleh bantuan lauk dari tetangga sekitar. ”Belum sampai kelaparan, tetapi harga kebutuhan pokok sudah sangat mahal,” ujar Ngatiyem.
Ketua Rukun Tetangga (RT) 01 Kampung Code Utara Darsan menambahkan, warga harus saling bergotong royong agar bisa bertahan di tengah kondisi perekonomian yang berat.