Pantauan Kompas, Selasa (28/12), hujan abu dan pasir masih terjadi. Masyarakat terus sibuk membersihkan tumpukan debu dan pasir yang menyelimuti jalan-jalan utama serta atap rumah mereka. Tanaman pertanian di sekitar itu pun—seperti kubis, bawang merah, dan kentang—tak luput dari siraman material vulkanik Bromo. Umumnya tertutup abu tebal
Terkait dengan kondisi itu, Deputi Bidang Penanganan Darurat pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Soetrisno kemarin meninjau sekitar kawasan puncak Bromo di Probolinggo, Jawa Timur. Menurut dia, kondisinya belum tergolong darurat. ”Tetapi, tetap harus ada persiapan dan antisipasi mengenai evakuasi warga di sekitar puncak. Perlu dipersiapkan sarana transportasi evakuasi dan persediaan bahan makanan sebagai antisipasi jika kondisi Bromo memburuk,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan Soetrisno, Wakil Gubernur Jatim Saifulah Yusuf mengatakan, Pemerintah Provinsi Jatim telah menyiapkan dukungan untuk keperluan situasi darurat. ”Kami juga sudah memerintahkan Barisan Penolong Pramuka untuk (membantu) membersihkan atap rumah warga dari abu vulkanik,” ujar Saifulah, yang juga Ketua Kwartir Daerah Pramuka Jatim.
Di Bandung, Jawa Barat, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Surono menyatakan, pihaknya meminta Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengkaji pergerakan abu vulkanik Bromo. ”Kami sudah melakukan permintaan resmi tentang kajian itu. Prioritas utamanya adalah jalur penerbangan dari dan menuju Bandar Udara Juanda di Surabaya,” ujarnya.
Hasil kajian itu, menurut Surono, nantinya akan berisi model pergerakan abu Bromo yang sangat diperlukan sebagai patokan pemberian rekomendasi bagi aktivitas penerbangan. ”Butuh kajian mendalam mengenai hal ini. Dengan ketinggian Gunung Bromo yang 2.329 meter di atas permukaan laut, estimasi asap yang membubung ke angkasa sekitar 4.000 meter di atas permukaan laut,” katanya.(APO/RAZ/CHE)