Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sapi Pengganti Lebih Murah dan Kurus

Kompas.com - 21/12/2010, 21:33 WIB

KLATEN, KOMPAS.com - Pemkab Klaten, Selasa di lapangan Desa Balerante Kecamatan Kemalang mulai menyalurkan 162 ekor sapi hidup,i pengganti sapi warga desa setempat yang mati akibat erupsi Merapi.

"Sebanyak 162 sapi pengganti yang diberikan kepada warga berbagai jenis, ada yang sapi perah, ada juga sapi pedaging, baik jantan maupun betina," kata Kepala Dusun I Desa Balerante, Jainu, Selasa (21/12/2010).

Sapi yang telah disalurkan ini baru tahap awal dari jumlah total 389 sapi yang akan diberikan pemerintah kepada warga Desa Balerante, Kemalang, Klaten, Jateng, hingga seluruh penerima ganti ternak mendapat bagiannya.

Menurutnya, warga Desa Balerante senang dan bersyukur dengan penggantian ternak sapi tersebut, karena mereka tidak sempat menyelamatkan hewan ternak mereka saat awan panas Merapi menerjang desa mereka beberapa bulan lalu, sehingga banyak sapi yang mati.

"Intinya kami sangat senang dengan penggantian sapi ini, meskipun belum tentu kualitas sapi pengganti sebagus sapi kami yang mati," katanya.

Sementara itu, terkait dengan kualitas sapi yang didapatkan oleh warga ternyata tidak semua sesuai dengan harapan, yakni terdapat beberapa warga yang mengaku mendapatkan sapi dengan kualitas kurang baik.

"Sebelumnya jenis ternak saya sapi perah. Tubuhnya besar-besar dan gemuk, harganya per ekor mencapai Rp 15 juta, akan tetapi sapi pengganti yang sekarang diterima, kualitasnya rendah dan harganya pun murah," kata Sriyono (40), warga Dukuh Banjarsari Desa Balerante, Kemalang, Klaten.

Sapi penggantinya memang berjenis sama yakni sapi perah, namun dia tidak yakin hasil perahan susunya nanti akan sebagus seperti sapi miliknya dahulu.

Apalagi pihaknya khawatir jika rekan bisnisnya tidak mau menerima hasil perahan susu dengan kualitas yang lebih rendah.

Sebelumnya, susu hasil perahan dari sapinya terdahulu dijual ke PT Sari Husada, dan saat ini pihaknya berharap kualitas susu sapi dari pemerintah tersebut juga berkualitas bagus, agar perusahaan bersedia membelinya.

Pria yang mengaku 22 ekor sapinya tewas diterjang awan panas tersebut mengatakan, pihaknya tidak menutup kemungkinan bakal menukarkannya dengan jenis sapi seperti miliknya dahulu.

Selain masalah kualitas yang dihasilkan nantinya belum tentu sama, warga juga mengkhawatirkan tidak dapat terpeliharanya sapi tersebut secara layak.

"Karena kandang yang selama ini dimiliki sudah rusak akibat bencana, dan juga kesulitan untuk membeli pakan ternak," katanya.

Peternak lainnya, Joni Sumarto (45), mengatakan, pihaknya juga merasa kebingungan terkait pemeliharaannya, selain soal kandang yang belum jadi, juga susahnya mencari rumput segar di sekitar desa mereka.

"Saat ini kalau membeli rumput harganya juga lumayan mahal, yakni satu truk rumput segar harganya bisa mencapai Rp 200.000," katanya.

Karena saat ini kandangnya belum selesai diperbaiki, sapi tersebut akan dititipkan terlebih dahulu kepada tetangga lainnya, sambil berusaha mencari modal pemeliharaan untuk sapinya.

Kepala Bidang Peternakan Dispertan Kabupaten Klaten, Sri Muryani, mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa berbuat banyak terhadap beberapa keluhan masyarakat tersebut.

Program pemerintah dalam ganti ternak hanya sebatas pembelanjaan barang saja, namun untuk pemeliharaan diserahkan kepada masing-masing peternak yang bersangkutan.

"Kami hanya mengawal ganti ternak mati. Selebihnya diserahkan kepada peternak untuk memeliharanya," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com