Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alova Ingin Pergi Jauh ke Mana-mana

Kompas.com - 13/12/2010, 18:06 WIB

KOMPAS.com - Lidah buaya  memang menarik perhatian Samsul Bahri.  Pergumulan seriusnya dengan tanaman bernama Latin Aloe vera ini memang baru dimulai sejak dua tahun silam. Namun, bukan berarti baru seumuran itu Samsul mengenal tanaman pemilik gerigi tajam di pinggir daun atau pelepahnya tersebut.

Samsul sebagaimana pengakuannya pekan lalu,  memang sudah lama mengenal  lidah buaya sejak masa kecilnya.  Sebenarnya, sosok yang kini tinggal di kawasan Jalan Raya Benete-Maluk,  Kabupaten Sumbawa Barat,  Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggeluti varietas lidah buaya yang jauh lebih besar ukurannya ketimbang lidah buaya yang sudah dikenalnya lama. 

Yang dimaksud dengan lidah buaya tersebut adalah Aloe vera chinensis atau lidah buaya raksasa. Lidah buaya jenis ini asalnya dari Pontianak, Kalimantan Barat. Jenis ini adalah varietas terunggul di Indonesia. Tak hanya itu, dunia pun mengakui kalau lidah buaya pontianak ini nyata-nyata unggul.

Pelepah lidah buaya pontianak beratnya bisa mencapai 0,8 kilogram sampai dengan 1,2 kilogram, bahkan lebih.  Bandingkan dengan tanaman lidah buaya yang lazim dikenal sebagai tanaman hias. Jenis ini paling banter punya berat pelepah jauh lebih ringan ketimbang lidah buaya pontianak.

Pontianak sendiri makin moncer namanya lantaran kota ini terhitung sebagai pusat budidaya lidah buaya tersebut di atas. Areal lahan budidaya di situ lebih dari 75 hektare. Sementara, potensi wilayah pengembangan sudah berada di posisi 20.000 hektare.

Di Pontianak, satu hektare lahan bisa ditanami sekitar 7.500 lidah buaya pontianak. Produksinya bisa mencapai angka 6-7 ton per hektare tiap kali panen. Dalam hitungan per tahun, panen lidah buaya di Pontianak mencapai 24 ton- 30 ton.

Gel atau lendir lidah buaya pontianak memiliki kandungan nutrisi dan mineral seperti Zn, K, dan Fe. Kemudian, gel  ini juga mengandung vitamin A, B1, B2, B12, C, dan E. Tak hanya itu, lidah buaya jenis ini kaya akan inositol, asam folat, dan kholin.  Lendir lidah buaya ini mengandung pula 17 jenis asam amino penting. “Memang, saya mendatangkan bibit dari Pontianak untuk budidaya di sini,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Mataram ini.

Cocok

Bak pucuk di cinta ulam tiba, rupanya, seturut pengalaman Samsul, lidah buaya pontianak cocok dengan kondisi tanah di tempat tinggal Samsul yang termasuk lahan kering. “Saya buat lahan percobaan seluas satu hektare. Hasilnya bagus,” kata Samsul.

Menurut Samsul, kemudian,  lidah buaya pontianak bisa dipanen setelah sepuluh bulan sejak penanaman. Sesudah itu, masa produktif tanaman tersebut bisa mencapai usia delapan tahun.

Samsul baru menorehkan hasil pertama budidayanya pada Mei 2009.  Kala itu, dengan bantuan pengembangan komunitas lingkar tambang dari pihak PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sejak awal, ia sukses memproduksi minuman sari lidah buaya.  Mereknya, Alova. “Modal awalnya sekitar Rp 15 juta,” imbuhnya.

Sejak masa itu, Samsul menghasilkan 10.000 botol Alova per bulannya.  Dengan ongkos produksi per botol mencapai Rp 3.500, ia melepas Alova dengan harga konsumen Rp 5.000. “Sekarang, Alova sudah menjadi minuman resmi (official drink) pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB),” katanya sumringah.

Tak cepat puas dengan raihan yang sudah dicapai, Samsul yang kini mempekerjakan 15 orang karyawan dari sebelumnya 5 orang, merambah ke segmen dodol lidah buaya, tahun ini. Mereknya pun tetap sama yakni Alova.

Dodol lidah buaya dikemas dalam sekotak kecil berbungkus plastik mika berisi 12 potong.  Tiap hari, produksi dodol ini mencapai 100 kotak. Dilepas ke konsumen dengan banderol Rp 4.000 per kotak, dodol ini punya biaya produksi Rp 3.500.

Menapaki jelang tahun ketiga produksi, lalu, Samsul Bahri mengaku masih mengejar titik impas dari modal awal. Makanya, ia berencana memperluas pemasaran lebih jauh ke segala tempat. Kini, pemasaran memang baru meliputi mayoritas NTB seperti Mataram, Bima, dan Dompu. “Pengiriman saya lakukan bekerja sama dengan kantor pos setempat,” aku bapak satu anak ini.

Dari sisi pengembangan pula, ia berencana memperluas lahan budidaya, termasuk mencari tempat lebih luas untuk pusat produksi.  Bermodalkan uji paten dan uji laboratorium untuk mutu  higienis dan halal, Samsul mengaku setapak demi setapak merealisasikan mimpi agar Alova bisa pergi jauh ke konsumen di mana-mana.

Samsul Bahri Jalan Raya Benete – Maluk PO Box 02 Maluk-Sumbawa Barat NTB 84356 (0372) 635318 Ext. 46207 HP 0812 37020233 Email: ngungku_ngibar@yahoo.co.id
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com