Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Tiada Akhir Nelayan Muara Angke

Kompas.com - 27/11/2010, 08:21 WIB

Ilyas, Ketua Kelompok Nelayan Pancing Sembilang, mengungkapkan, sekitar 30 nelayan sudah sebulan terakhir berhenti melaut. ”Dengan kapal ikan berbobot 1 GT, sama saja menjemput kerugian jika melaut tanpa hasil,” ujarnya.

Kondisi pembudidaya kerang hijau dengan lokasi budidaya di perairan 0,5-1 mil (0,8-1,6 km), lebih memprihatinkan. Pada bulan Oktober hampir seluruh kerang mati kena limbah.

Tahun-tahun sebelumnya limbah datang hanya pada musim hujan. Nelayan hanya berhenti melaut 3-4 hari. Setelah itu kembali melaut. Tahun ini tak lagi demikian, aliran limbah terus berlangsung karena hujan turun sepanjang tahun.

Nelayan pendatang yang berhenti melaut pulang ke kampung halamannya di Indramayu, Jawa Barat. Adapun yang masih bertahan menyambung hidup dengan berbagai cara.

Dalam situasi ini, tengkulak dan pedagang seolah menjadi ”penyelamat”. Hanya tengkulak yang mau meminjamkan modal untuk biaya melaut. Untuk makan sehari-hari, nelayan berutang ke pemilik warung.

Para nelayan tak peduli dengan bunga yang berlipat ganda, asalkan ”dapur” mereka bisa terselamatkan. Meski untuk itu, utang terus menumpuk.

Tidak melautnya nelayan kecil di Muara Angke berimbas kepada pemilik warung. Nelayan tak mampu membayar cicilan utang, pemilik warung pun kelimpungan memutar modalnya.

Edi Kuraedi, pemilik warung bahan bakar minyak di Blok Eceng, menutup warungnya karena tak ada nelayan yang melaut. Padahal, 64 perahu nelayan di blok itu masih berutang BBM di warungnya. Utang nelayan Rp 400.000-Rp 800.000 per orang.

”Kami sudah capek melapor ke LSM, aparat kelurahan, sampai kantor pelelangan ikan untuk mencari penyelesaian. Tak ada tanggapan,” kata Ilyas.

Harapan nelayan sederhana. Mereka hanya ingin pemerintah menghentikan pembuangan limbah ke laut.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Dedy Sutisna mengatakan bahwa pihaknya sudah memproses penyelesaian masalah di Teluk Jakarta dengan pemerintah daerah.

Dedy menyatakan, pencemaran bukan karena limbah, melainkan dampak reklamasi di pesisir utara Jakarta. ”Kami sedang memproses perkara ini,” ujarnya.

Entah kapan derita nelayan kecil berakhir. Mereka tak hanya ”bertarung” menghadapi gelombang lautan, tetapi juga ketidakpedulian, dan ketidakadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com