Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelindung Warga yang Tidak Terduga

Kompas.com - 25/11/2010, 04:37 WIB

Oleh Nina Susilo

Gunung Bromo yang biasanya ramai oleh wisatawan kini sepi. Wisatawan hanya bisa menjenguknya dari kawasan Penanjakan di Desa Wonokitri, Kabupaten Pasuruan, atau di Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo. 

Di sisi lain, Dukuh Cemorolawang, Desa Ngadisari, ramai oleh polisi, tentara, petugas badan penanggulangan bencana, dan wartawan. Keriuhan ini terjadi setelah status Gunung Bromo dalam sehari dinaikkan dua tingkat, menjadi Siaga, Selasa (23/11) pagi, dan Awas pada sore harinya.

Langkah itu diambil setelah terjadi peningkatan aktivitas gempa vulkanik. Sepanjang 1-23 November terjadi lebih dari seribu gempa vulkanik. Pada 23 November, kata Kepala Pos Pengamatan Gunung Bromo Muhammad Syafi’i, tercatat 20 gempa vulkanik dangkal dengan amplitudo 10-40 milimeter serta tremor beramplitudo 4-30 milimeter.

Rabu mulai pukul 00.00 hingga pukul 09.52 terhitung 18 gempa vulkanik dengan amplitudo 8-38 mm dan tremor beramplitudo maksimum 2-5 mm. ”Grafik energi vulkanik yang ada juga terus meningkat. Karenanya status masih Awas dan kami merekomendasikan 2,5 kilometer-3 kilometer, terutama wilayah lautan pasir, steril dari warga atau wisatawan,” tutur Syafi’i.

Kontras dengan keriuhan itu, warga Tengger tetap ayem. Aktivitas menanam kentang, merawat tanaman kubis dan daun bawang, serta mengurus kuda tetap dilakoni seperti biasa.

”Saben Jumat Legi diselameti, ngangge jenang gangsal didongani pak dukun. Sing dipadosi niku keselametan (Setiap Jumat Legi diadakan selamatan dengan lima jenis jenang yang didoakan pak dukun. Yang dicari keselamatan),” kata Newi.

Hal serupa disampaikan Pendiko (38), penjual sarung tangan dan penutup kepala di sekitar tempat wisata Bromo, dan Supri (22), pengojek motor. Keduanya warga Desa Ngadisari yang meyakini letusan Bromo tak akan mencelakai warga.

Letusan-letusan Gunung Bromo, seperti yang terjadi pada 8 Juni 2004, tidak pernah menyentuh Desa Ngadisari kendati hanya berjarak sekitar 2,5 meter dari Gunung Bromo. Umumnya material vulkanik keluar di sekitar lautan pasir atau lebih mengarah ke Nangkajajar, Pasuruan.

Petugas pemantau Gunung Bromo, Achmad Subhan, lebih melihat bentuk leher kawah sebagai pelindung alami warga. Gunung Bromo memang sedikit miring ke arah Pasuruan. Karena itu, selama ini letusan atau semburan asap mengarah ke Nangkajajar, Pasuruan, dan bukan ke desa-desa Tengger di Probolinggo atau di Malang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com