Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Animasi Minim Apresiasi

Kompas.com - 18/11/2010, 11:10 WIB

CIMAHI, KOMPAS - Pertumbuhan industri kreatif sektor animasi di Kota Cimahi terhambat minimnya apresiasi. Harga yang ditawarkan untuk satu film animasi, misalnya, belum menutup biaya produksi. Terlebih, stasiun televisi juga meminta hak jual film disertakan dalam klausul pembelian.

Situasi ini diungkapkan Sekretaris Jenderal Cimahi Creative Association (CCA) Agustiana Gusti, Rabu (17/11), menanggapi perkembangan industri kreatif di kawasan yang telah ditetapkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan sebagai basis pengembangan film, animasi, dan industri kreatif berbasis teknologi nasional itu.

”Penghargaan kalangan televisi saja masih sangat rendah. Sangat tidak sesuai dengan modal kreativitas dan teknologi yang telah dikeluarkan. Kalau kondisinya demikian, perkembangan industri animasi di Cimahi bisa stagnan,” ujarnya.

Ia menuturkan, harga film animasi produksi dalam negeri oleh televisi swasta ditawar Rp 25 juta-Rp 30 juta per satu episode. Harga tersebut sudah termasuk hak jual yang secara otomatis dimiliki stasiun televisi. Padahal, biaya produksi per satu episode rata-rata mencapai Rp 40 juta.

Hal sama disampaikan Andriansyah dari Kojo Anima, salah satu rumah produksi film animasi di Bandung. Menurut dia, pembuatan setiap episode perlu waktu 2-3 bulan, dengan rentang biaya Rp 30 juta-Rp 50 juta per episode, berdurasi 30 menit. Namun, film animasi yang sudah pernah ditayangkan hanya dibeli maksimal Rp 15 juta per episode.

Menurut Andriansyah, pengembangan film animasi di Indonesia masih terhitung proyek idealis. Banyak pemilik rumah produksi membiayai produksi dari kocek sendiri tanpa pernah balik modal. Namun, hal positif yang bisa diambil: ada pembelajaran dan pengembangan kreativitas desainer animasi.

Bertumbangan

Hal itulah yang memicu banyak usaha animasi tumbang. Berbeda dengan Malaysia yang mewajibkan penayangan film animasi lokal di televisi setempat. ”Di Bandung, Cimahi dan sekitarnya, sudah banyak pelaku animasi penghasil film. Namun, belum tentu bisa disiarkan karena tidak mendapat sponsor, dibeli murah, atau dinilai tidak menarik,” ujar Andriansyah.

Gusti menambahkan, pemahaman kebanyakan pemangku kebijakan yang masih terbatas menjadi kendala lain perkembangan dunia animasi. Menurut dia, banyak yang masih menilai animasi sebatas tontonan anak-anak. Padahal, tidak hanya film, animasi juga menjadi pendukung pemasaran produk, seperti multimedia, profil perusahaan, dan materi presentasi.

Hal ini patut disayangkan. Sebab, ujar Rudy Suteja, Ketua CCA, dari sisi SDM, animasi lokal potensial berkembang. Ide-ide baru dan segar selalu muncul dari animator lokal. Sayangnya, hampir tidak ada stasiun televisi yang menghargai dunia animasi sebagai potensi pasar baru, dan lebih suka membeli film dari luar negeri. ”Padahal, animasi menjadi media potensial untuk penguatan budaya lokal bagi anak-anak dan masyarakat pada umumnya,” ujarnya. (GRE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com