Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Percaya kepada Animasi Indonesia

Kompas.com - 13/11/2010, 04:18 WIB

Cornelius helmy

Hari Sulaeman (24) gerah dengan menjamurnya karya animasi negara tetangga yang berseliweran di layar kaca. Fenomena ”Ipin dan Upin” dari Malaysia atau ”Little Krishna” dari India memunculkan berjuta pertanyaan. ”Kira-kira bagaimana nasib animasi lokal? Sebagai pencinta film animasi, saya ingin melihat karya lokal bisa menjadi tuan di rumahnya sendiri,” katanya gemas.

etelah gempuran animasi dua dimensi semacam Doraemon sukses di Indonesia, giliran karya tiga dimensi Upin dan Ipin dan Little Krishna memikat hati masyarakat Indonesia. Ironis, karena sebenarnya Indonesia juga punya banyak karya animasi yang tak kalah hebat.

Animator dari PT Acintyarupa Karya Nayaga (Acintya) Andri Kharisma Putra meyakini, kualitas teknis animasi Indonesia tidak kalah bagus. Buktinya, banyak animasi lokal digunakan pemerintah dan swasta, baik di dalam maupun luar negeri, sebagai daya tarik utamanya.

Namun, Andri mengakui, animasi Indonesia masih perlu dukungan, bukan dari sisi teknis, melainkan dari sisi kesempatan dan kepercayaan untuk terus berkembang. ”Kami sebenarnya menunggu semakin banyaknya orang yang gerah dengan membanjirnya animasi negara tetangga. Setelah itu, kami berharap mereka percaya dan mau menanamkan investasinya di dunia animasi Indonesia,” katanya.

Andri mencontohkan animasi tiga dimensi berseri dengan judul Tumaritis buatan tim Acintya. Cerita tentang kehidupan Cepot, Semar, Gareng, dan Dawala ini kini telah dibuat enam demo pendek dengan total durasi 24 menit per episode. Tumaritis diklaim memiliki keunggulan dalam kualitas gerak, cerita, dan karakter yang kuat, serta menjual. ”Rata-rata, pembuatan film episode dengan kualitas dinamis biasanya butuh biaya Rp 40 juta-Rp 50 juta per episode,” katanya.

Berkarya di Malaysia

Animator asal Bandung, Ivandra Witnando (32), menuturkan, keunggulan animator Indonesia terlihat saat jasa mereka digunakan di Malaysia. Gaji animator pemula Indonesia di Malaysia sekitar Rp 12 juta per bulan. ”Mereka tidak segan membayar mahal karena mengetahui tenaga animator Indonesia bisa mendukung pengembangan animasi. Kualitas animasi yang baik memberikan nilai ekonomi bagi swasta. Negara juga diuntungkan saat animasi laku di pasaran,” kata Ivan.

Pengamat multimedia dan Komunikasi Institut Teknologi Bandung, Suhono Supangkat, berpendapat, geliat animasi di Indonesia sebenarnya memiliki masa depan yang cerah. Di samping mampu menampung kreativitas dan memberikan nilai tambah ekonomi, dunia animasi juga ampuh mengangkat potensi lokal daerah.

Akan tetapi, ia mengatakan potensi itu masih membutuhkan banyak perhatian. Saat ini arus animasi Indonesia masih berjalan secara sporadis dan melangkah sendiri. Langkah sinergis di antara pemerintah sebagai pemegang kebijakan, swasta sebagai pemegang modal, dan animator sebagai senimannya belum tertata dengan baik.

”Dibutuhkan niat dan semangat kebersamaan semua pihak untuk membangun animasi tidak hanya mampu menghasilkan nilai ekonomi, tetapi juga menampung kreasi kreatif masyarakat,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com