Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Mawas dan Jaga Keselamatan Diri

Kompas.com - 08/11/2010, 10:26 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Besarnya rasa kemanusiaan relawan terkadang menyebabkan ia melupakan keselamatannya sendiri. Oleh karena itu, pesan saling mawas dan terus menjaga keselamatan diri menjadi kata pengantar keberangkatan tim Search And Rescue Yogyakarta yang mengevakuasi korban erupsi Gunung Merapi, Minggu (7/11) pagi.

Bahkan, setibanya di lokasi, komandan regu terus-menerus meminta anggotanya berhati-hati karena medan evakuasi masih berbahaya.

Tiga hari berlalu, tetapi sisa debu dan awan panas Merapi yang menyembur ke Dusun Ngepringan, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih terasa membara. Di beberapa titik, suhu di tanah yang tersiram awan panas mencapai 127 derajat celsius. Namun, sebagian titik bersuhu normal, sekitar 26 derajat celsius. ”Lihat ini, tanah yang di situ suhunya 70 derajat celsius. Kalau dirata-rata, tanah di desa ini temperaturnya 60 derajat celsius,” ujar Rian (26), relawan dari Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, Jawa Barat, yang bergabung dengan tim Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat.

Berbekal perangkat digital pemantau suhu, Rian menjadi penunjuk lokasi yang aman disusuri bagi tim relawan dan TNI untuk mengevakuasi jenazah korban erupsi Gunung Merapi pada Kamis malam. Bukan hanya tanah, hawa panas itu juga masih tersimpan pada batang pohon yang membujur dan tembok rumah batako yang diselimuti debu keabuan.

Jika tak hati-hati, terperosok ke timbunan abu awan panas berakibat karet sepatu jadi terkelupas. Oksigen yang tipis dan bercampur debu membuat napas tersengal-sengal. Bunyi gemuruh yang tak henti-hentinya meraung di kawah Merapi, berjarak sekitar 13 kilometer dari dusun, membuat hati tim evakuasi tidak tenang. Aktivitas Gunung Merapi yang belum mereda dan tidak bisa diprediksi, kata Letnan Kolonel Jimmy Ramos, Komandan Batalyon 21 Grup II Kopassus TNI AD, menjadi kendala pencarian dan evakuasi jenazah korban.

Seperti relawan dengan keterampilan khusus mencari jenazah di daerah ”terpanas” di Merapi, relawan yang relatif jauh dari Merapi juga berkorban.

Terhitung sejak Jumat, siswa-siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta menghayati kehidupan sebagai relawan.

Bahkan, Adrian (17), siswa kelas III asal Temanggung, Jawa Tengah, misalnya, menolak permintaan orangtuanya pulang.

”Jadi relawan itu asyik. Benar-benar bekerja membantu pengungsi. Ikut merasakan kesulitan mereka,” katanya.

Siswa lainnya, Kersna Narerinda (18), mantap menjadi relawan. Kersna mengakui, menjadi relawan tak mudah. Dibutuhkan kelapangan hati dan kerja keras. ”Jujur saja, lumayan capai. Makanya, butuh keikhlasan mengerjakan ini semua,” katanya. Benar, keikhlasan dan kelapangan hati melayani sesama itu yang membuat relawan berani meringankan beban pengungsi dan menantang bahaya.

(Timbuktu Harthana/MADINA NUSRAT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com