AMBON, KOMPAS
Kondisi itu terjadi setelah warga Kailolo di Saparua, Maluku Tengah, terus memaksa agar digelar ritual adat pemotongan ayam sebelum majelis hakim membacakan putusannya atas Syamsul Ohorella, warga Kailolo yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan.
Sejak Jumat lalu sudah empat kali sidang kasus pembunuhan dengan terdakwa Syamsul digelar tetapi selalu ditunda oleh majelis hakim karena warga memaksa digelarnya ritual adat tersebut. Penolakan hakim itu selalu berujung pada amarah warga.
Mereka mencemooh hakim dan beberapa kali memecahkan jendela pengadilan dan merusak bangku pengunjung sidang.
Kemarin, majelis hakim yang diketuai Aman Barus terpaksa kembali menunda sidang karena amarah warga tersebut.
Meski puluhan polisi berjaga di lokasi pengadilan, warga tampak tak takut menduduki halaman depan gedung pengadilan.
Kepala Humas Pengadilan Negeri Ambon Glenn de Fretes, Kamis, mengatakan, amarah warga yang kerap terjadi itulah yang membuat pihak pengadilan memilih menunda jadwal persidangan lainnya. Dalam sehari, biasanya ada 10-15 sidang yang bisa digelar di Pengadilan Negeri Ambon.
”Pemaksaan yang dilakukan oleh warga Kailolo jelas telah menghilangkan hak-hak terdakwa kasus lain yang ingin menuntaskan proses sidangnya sesegera mungkin,” katanya.
Salah satu proses persidangan yang terpaksa ditunda adalah sidang gugatan praperadilan enam tersangka yang dituding terlibat gerakan Republik Maluku Selatan. Pihak yang tergugat adalah Kepolisian Daerah Maluku.