Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Hari Bertahan, Nenek Karyo Dievakuasi

Kompas.com - 04/11/2010, 13:56 WIB

SLEMAN, KOMPAS.com - Nenek Karyo Suwito (85) harus dievakuasi paksa oleh relawan ketika bertahan di rumahnya di RT 3/ RW 14 Dusun Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Kamis (4/11/2010).

Karyo adalah satu-satunya warga Kepuharjo yang nekat bertahan di rumah dengan jarak hanya sekitar enam kilometer dari puncak Merapi.

Taufik (29), relawan dari Tagana Kulon Progo menceritakan, awalnya ia dapat laporan dari keluarga si nenek bahwa Karyo masih bertahan di rumah. Setelah itu, ia dan rekanya langsung naik ke atas dengan sepeda motor. "Rumahnya dikunci dari dalam. Terus saya dobrak. Di dalam gelap, debu tebal. Dicari pakai senter, si nenek lagi tiduran di ruang tengah," kata dia.

Lantaran kondisi si nenek lemah, ia lalu kembali ke barak pengungsian di Kepuharjo. Si nenek lalu dijemput dengan mobil ambulan. Awalnya, si nenek menolak dibawa. Akhirnya, Taufik terpaksa menggendong lalu memasukkan ke ambulan. Kemudian, si nenek dibawa ke posko pengungsian di Dusun Grogolan, Umbulmartani.

Untuk diketahui, sekitar 1.900 warga di bara di Kepuharjo dipindahkan ke lokasi yang lebih jauh setelah perluasan radius bahaya dari 10 kilometer menjadi 15 kilometer dari puncak Gunung Merapi oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Di barak, si nenek akhirnya bertemu dengan Warsini (52), putri kandungnya dan Samsidi (56), menantunya. Warsini menceritakan, ibunya sendirian di rumah sejak Minggu dini hari. Sebenarnya si nenek sudah dibawa ke barak di Kepuharjo. Namun, secara diam-diam, si nenek kembali ke rumah pada Minggu pukul 1.00. "Dia naik sendiri tengah malam. Kira-kira dua kilometer-lah jaraknya," kata Warsini.

Setelah dicek ke rumah, ternyata ibunya berada di rumah yang letaknya sangat dekat dengan Kali Gendol. Di sungai itulah awan panas atau whedus gembel dan lava panas meluncur dari puncak Merapi. "Saya ajak turun ngga mau. Dipaksa juga ngga mau. Dia takut naik mobil, motor. Takut rame-rame juga (keramaian)," jelas Warsini.

Ternyata benar, si nenek terus menutup wajah dengan kain selama berada di dalam ambulan. Dia baru mau membuka kain ketika berada di ruangan. Terpaksa, Warsini membiarkan ibunya tinggal di rumah.

Setiap pagi, siang, dan malam, Warsini kembali ke rumah untuk memberi makan ibunya. "Ngga ada listrik di atas. Jadi cuma tiduran aja. Saya takut setiap hari. Sekarang saya lega sudah dibawa turun," katanya.

Setelah kondisi kesehatan diperiksa tim relawan, secara umum si nenek dinyatakan dalam keadaan baik. Namun, tangan kirinya bengkak. "Saya ngga tau kenapa bengkak. Katanya jatuh waktu di barak," kata Warsini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com