Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memimpin dengan Keluhuran

Kompas.com - 02/11/2010, 04:22 WIB

Kebijakan yang serba tanggung itu akhirnya memperkuat stigma, setiap langkah pemerintah dinilai tidak lebih dari sekadar menebar citra. Rasa haru Presiden terhadap korban bencana alam di Wasior dan Mentawai pun, yang saya percaya Presiden tulus adanya, dijadikan omongan di warung kopi, sebatas keharuan pencitraan yang miskin keluhuran. Keharuan Presiden, mereka nilai bukan seperti keharuan Mbah Maridjan yang totalitas sehingga menjelma menjadi ketabahan dan doa keselamatan bagi penduduk di sekitar lereng Gunung Merapi.

Di sisi lain, perilaku anggota Dewan juga banyak yang miskin keluhuran politik. Ini melukai hati rakyat. Bukan hanya urusan dana aspirasi, pembangunan gedung, dan renovasi rumah, tetapi juga studi banding ke luar negeri. Bagi orang yang mau berpikir sedikit saja, logika studi banding kadang memang kurang nyambung. Misalnya, studi soal etika ke Yunani. Negara itu bangkrut, pemerintah dan parlemennya korup; jadi etika apa yang akan dipelajari? Dari sisi karakter dan etika, nilai Mbah Maridjan jauh lebih tinggi dibandingkan Yunani.

Catatan penutup

Jika mengamati perilaku politik elite nasional saat ini, yang kekuasaannya cenderung dijaga oleh pencitraan daripada kerja keras, tidak ada lagi keluhuran kepemimpinan yang tersisa. Keluhuran Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, dan pendiri Republik Indonesia yang lain telah dikikis oleh pragmatisme para politisi masa kini. Untung masih ada local geniuses yang secara sadar mau mengemban kebajikan kepemimpinan.

Untuk semua hal yang baik itu, saya sering bergumam, Gusti ora sare (Tuhan tidak tidur). Tetapi sayang, kata Soegeng Sarjadi kepada penulis, kita juga menjadi tidak tidur gara-gara memikirkan perilaku elite yang memimpin tanpa keluhuran, kesulitan hidup rakyat, dan kegalauan diri sendiri.

SUKARDI RINAKIT Peneliti Senior Soegeng Sarjadi Syndicate dan Universitas Mercu Buana

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com